Kendalikan Polusi Udara, Pemerintah Uji Emisi Pembangkit Listrik hingga Modifikasi Cuaca
Uji emisi sampai modifikasi cuaca disiapkan untuk mengendalikan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat dan daerah akan menguji emisi pembangkit listrik milik pemerintah dan swasta untuk pengendalian polusi udara. Uji emisi pembangkit listrik ini akan secepatnya berlangsung di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Ada sanksi administratif atau denda jika tidak lolos uji emisi.
Uji emisi pembangkit listrik tersebut dibahas dalam rapat koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (18/8/2023). Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, sumber polusi udara terbesar berasal dari kendaraan bermotor. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan sumber polusi udara lain dari pembakaran sampah, limbah elektronik, serta pembangkit listrik pemerintah dan swasta di industri, mal, dan perhotelan.
”Segera diperiksa pembangkit listrik milik pemerintah dan industri. Sudah dicatat ada yang kapasitasnya lebih dari 20 megawatt dan 25 megawatt,” kata Siti seusai rapat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menguji emisi 9 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) industri atau mal di Jakarta; 7 PLTD industri atau mal, 11 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) industri, dan 5 PLTU PLN di Banten; serta 20 PLTD industri, 6 PLTU industri, serta 1 PLTU PLN di Jawa Barat.
Uji emisi kendaraan bermotor serentak bekerja sama dengan pemerintah daerah dan Polri juga akan digulirkan. Mekanismenya berupa penempelan stiker pada kendaraan yang lolos uji emisi sebagai syarat perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK). Kendaraan yang tidak lolos akan didenda yang besarannya masih dibahas Kementerian Dalam Negeri.
”Hanya boleh dua kali denda tidak lolos uji emisi. Jika tiga kali tidak lolos, kendaraan tidak boleh beroperasi,” ujar Siti.
Dalam rapat itu juga dibahas modifikasi cuaca untuk pengendalian polusi udara di Jakarta. Modifikasi cuaca dipilih karena kondisi alam Jakarta berupa kipas aluvial atau dataran rendah dan lebar yang bermuara ke laut dengan tepian bergelombang dan bukit.
Siti menyebutkan, kondisi alam yang demikian dan banyaknya gedung tinggi membuat udara berputar di satu titik atau tempat yang sama. Maka, sudah didiskusikan dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk melakukan modifikasi cuaca pada tanggal 2 Agustus, 22 Agustus, dan 28 Agustus serta 2 September dan 5 September.
”Badan Standardisasi Nasional juga mengeluarkan standar alat pemantauan kualitas udara. Alat ini akan ditempatkan sesuai kondisi lingkungan agar pengukurannya tepat,” ucap Siti.
Selain uji emisi dan modifikasi cuaca, dibahas pula tarif parkir progresif dan pola kerja campuran dari kantor dan rumah seperti saat pandemi Covid-19. Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, pejabat eselon IV ke atas atau kepala subbagian dan kepala seksi ke atas akan memakai kendaraan listrik. Penggunaan kendaraan listrik itu dialihkan dari tunjangan transportasi.
”Industri untuk pengawasannya nanti diperketat dari Dinas Lingkungan Hidup Jakarta,” kata Heru.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menambahkan, pihaknya akan menggelar rapat dengan para wali kota dan bupati untuk mengurangi mobilitas dalam aglomerasi Jabodetabek. Opsinya berupa pengaturan pola kerja dari kantor dan rumah serta penguatan transportasi publik.
”Nanti untuk listrik di industri dan mal kami minta PLN untuk berikan keringanan sekaligus sertifikasi emisinya,” ujar Kamil.
Udara Jakarta
Polusi udara di Jakarta mendesak ditangani karena berada dalam level merugikan manusia dan kelompok hewan sensitif serta menimbulkan kerusakan pada tumbuhan.
Emisi atau pencemar udara itu terdiri dari PM 2,5 dan PM 10, karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO, NO2, dan NOx), sulfurdioksida (SO2), dan ozon (O3). Sumber pencemar itu berasal dari kendaraan bermotor, industri, aktivitas konstruksi, atau juga kegiatan masyarakat dalam membakar sampah di area terbuka.
Semuanya diukur melalui lima Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Bundaran HI, Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk.
Pengukuran juga dilakukan oleh empat stasiun lain, yaitu Gelora Bung Karno di bawah kewenangan KLHK, dua titik di bawah kewenangan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, serta Kemayoran milik BMKG.
Dalam laporan akhir kegiatan pemantauan kualitas udara Jakarta tahun 2022 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta disebutkan kualitas udara ambien pada tahun itu menunjukkan polusi harian cenderung naik jelang musim kemarau dan turun memasuki musim hujan.
Dalam laporan yang disusun oleh Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB University tersebut, dijelaskan di beberapa lokasi SPKUA terdapat hari-hari dengan polusi melebihi nilai baku mutu udara ambien (BMUA) harian PM 2,5, PM 10, dan O3, sedangkan SO2 melebihi nilai BMUA hanya di lokasi tertentu saja.
Lubang Buaya memiliki hari tidak sehat tertinggi akibat konsentrasi PM 2,5, sedangkan Kelapa Gading memiliki konsentrasi O3 tertinggi. Sementara untuk parameter CO dan NO2 tidak ada yang melebihi nilai BMUA yang berlaku.
Berdasarkan data rata-rata harian selama Januari–Desember 2022, konsentrasi PM 10 maupun PM 2,5 melebihi nilai BMUA tahunan nasional berturut-turut sebesar 40 µg/m3 dan 15 µg/m3.
Rata-rata harian PM 10 tertinggi di Kelapa Gading, sedangkan konsentrasi PM 2,5 tertinggi di Lubang Buaya. Sementara pencemar SO2 tertinggi di Lubang Buaya (melebihi nilai BMUA), CO dan NO2 tertinggi di Kelapa Gading, serta O3 tertinggi di Kelapa Gading (189 µg/m3) sekaligus sudah melampaui nilai BMUA tahunan nasional.
Alhasil dari analisis selama tahun 2022, didapati jumlah hari dengan udara baik tertinggi sebesar 16 persen di Kebon Jeruk dan hari tidak sehat tertinggi 35 persen di Lubang Buaya. Berdasarkan data per bulan terdapat peningkatan kualitas udara saat memasuki bulan Februari. Namun, memasuki Maret hingga Juni terdapat peningkatan jumlah hari tidak sehat.
Kemudian jumlah hari tidak sehat menurun kembali hingga bulan Desember. Secara keseluruhan, kategori hari di Jakarta pada tahun 2022 didominasi hari dengan kualitas udara sedang. Artinya, mutu udara masih dapat diterima kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan. Akan tetapi, kelompok sensitif disarankan untuk mengurangi aktivitas fisik yang terlalu lama atau berat, sedangkan masyarakat secara umum masih dapat beraktivitas di luar ruangan.
Masih dalam laporan yang sama, pada periode 2019-2022 tercatat, rata-rata bulanan PM 10 di semua SPKUA sepanjang Januari–Desember cenderung meningkat hingga pertengahan tahun, lalu menurun jelang akhir tahun, baik tahun 2019, 2020, 2021, maupun 2022.
Puncak konsentrasi PM 10 adalah bulan Juni–Agustus setiap tahun walaupun berbeda antar-SPKUA. Namun, pada tahun 2019, konsentrasi pada bulan Oktober-Desember lebih tinggi dibandingkan dengan tiga tahun berikutnya.
Sementara konsentrasi PM 2,5 bulanan selama Januari hingga Desember dari tahun 2019 hingga 2022 berbeda antar-SPKUA. Rata-rata harian konsentrasi PM 2,5 bulan Januari hingga Desember setiap tahun (2019–2022) menunjukkan tren meningkat, tetapi dibandingkan dengan tahun 2019 besaran nilai rata-ratanya lebih rendah.