DPRD DKI Jakarta mendorong manajemen Transjakarta membuat terobosan untuk mendapat pemasukan dari nontiket. Transjakarta di 2023 mengembangkan tiga aspek untuk mendapatkan pemasukan nontiket dengan target Rp 641 miliar.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta mendorong PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta melakukan terobosan guna meningkatkan pendapatan selain dari penjualan tiket atau non fare box. Langkah itu perlu sebagai upaya untuk mengurangi beban subsidi yang diberikan Pemprov DKI Jakarta setiap tahun.
”Terobosan harus dilakukan Transjakarta,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, Jumat (13/1/2023). Potensi pendapatan di luar tiket datang dari pemanfaatan aset milik Transjakarta.
Ia menyebutkan, salah satunya Transjakarta bisa memanfaatkan bus Transjakarta sebagai wadah untuk beriklan. ”Pasti banyak warga yang mau investasi di situ,” kata Prasetio.
Hal serupa diungkapkan Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail. Ia meminta PT Transjakarta segera melakukan terobosan pemasukan non tiket. Selain bisa mengurangi beban subsidi (public sercive obligation/PSO), badan usaha milik daerah yang bergerak di bidang transportasi umum berbasis jalan itu juga diharapkan dapat meningkatkan dividen yang diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta setiap tahunnya.
”Kami harap ini bisa terjadi seiring berjalan dengan peningkatan pendapatan dari non-fareboxatau NFB,” ujar Ismail. Dengan adanya pendapatan dari NFB, nantinya operasional yang selama ini masih 100 persen dibebankan kepada PSO bisa dikurangi. ”Idealnya bisa memberikan kontribusi kepada pemprov,” ucapnya.
Rp 641 miliar
Terpisah, dalam pertemuan antara jajaran direksi PT Transjakarta dan media, Kamis (12/1) malam, Direktur Keuangan dan Perencanaan Korporasi PT Transjakarta Saidu Solihin menjelaskan, pihaknya merencanakan pendapatan Transjakarta dari NFB senilai Rp 641 miliar tahun ini.
Pendapatan diperoleh dengan mengambil manfaat dari revitalisasi halte-halte yang sudah selesai. ”Hal itu akan bisa dimonetisasi, selain juga dari teknologi informasi,” ujar Saidu.
Direktur Pelayanan dan Pengembangan PT Transjakarta Lies Permana Lestari menjelaskan, saat ini pihaknya sedang menjalankan tiga program agar bisa mempunyai pendapatan dari NFB.
Yang pertama, NFB Transjakarta diharapkan datang dari periklanan yang memanfaatkan halte serta badan bus BRT dan non-BRT. ”Kita memiliki bus-bus sendiri, juga bus milik mitra operator yang kita coba monetisasi. Ada sekitar 1.500 bus yang bisa kita kerjasamakan,” ujar Lies.
Halte-halte akan kita beri nama sesuai perusahaan yang ingin melakukan eksposur.
Potensi NFB kedua, lanjut Lies, datang dari penamaan halte atau naming rights. Penamaan halte itu akan dijual ke perusahaan-perusahaan besar yang ingin melakukan eksposur atas perusahaannya.
”Halte-halte ini akan kita beri nama sesuai dengan perusahaan yang ingin melakukan eksposur itu. Kalau dari penamaan, halte ini harusnya pendapatan lebih signifikan,” uca Lies.
Kemudian potensi NFB ketiga datang dari area komersial yang ada di halte-halte bus. Ini bisa berupa ritel, aktivasi, juga lainnya. Akan ada konter-konter atau ritel di dalam halte yang cocok dengan profil pelanggan Transjakarta.