Meski Aturan Dilonggarkan, Warga China Pilih Tunda Perjalanan ke Luar Negeri
Khawatir dengan kasus Covid-19 dan perubahan aturan untuk masuk ke China, sebagian warga China memilih menunda rencana bepergian ke luar negeri.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
SHANGHAI, RABU – Keinginan sebagian masyarakat China untuk bepergian ke luar negeri dalam waktu dekat ternyata rendah. Apalagi, jika China membuka kembali perbatasannya besok, mereka tetap lebih memilih menunda rencana perjalanan selama beberapa bulan atau sampai satu tahun.
Alasan utama mereka adalah takut pada Covid-19. Alasan kedua, mereka khawatir akan ada perubahan lagi pada kebijakan "dinamis nol-Covid" dari pemerintah, terutama aturan bagi orang China yang kembali masuk ke China.
Hal itu merupakan hasil survei "Pemulihan Konsumsi China" oleh perusahaan konsultan Oliver Wyman terhadap 4.000 konsumen di China pada akhir Oktober lalu dan dipublikasikan, Selasa (6/12/2022).
Seperti itu, Pemerintah China berencana mengumumkan 10 langkah pelonggaran revisi Covid-19 yang baru, Rabu (7/12) ini. Penyelesaian pelonggaran menjadi kunci perbaikan situasi di China yang selama tiga tahun terakhir menerapkan kebijakan protokol kesehatan ketat.
"Orang menjadi lebih berhati-hati. Jika pun mereka bisa bepergian, kami tidak yakin mereka akan langsung pulang," kata Imke Wouters, mitra ritel dan barang konsumen di Oliver Wyman.
Sebanyak 51 persen dari mereka yang disurvei mengaku memilih menunda rencana perjalanan ke luar negeri. Jika hal itu benar-benar terjadi, perjalanan dengan tujuan jarak pendek di dalam negeri akan menjadi pilihan.
Hong Kong, pusat keuangan Asia, berada di urutan teratas dalam daftar keinginan tujuan bepergian. Ada 34 persen responden yang mengatakan Hong Kong akan menjadi perhentian pertama mereka setelah China membuka diri lagi.
Sebelum Covid-19, banyak warga China yang bepergian ke luar negeri. Pada tahun 2019 mereka menghabiskan 127,5 miliar dolar AS untuk perjalanan ke luar negeri. Semua itu tak ada lagi sejak China menutup perbatasan internasional pada awal 2020 dan membatasi perjalanan yang tidak mendesak oleh warga China.
Kebijakan "dinamis nol-Covid" yang ketat menghantam perekonomian China dan kehidupan rakyat sehari-hari hingga memicu unjuk rasa besar-besaran beberapa waktu lalu. Sejak ada aksi protes itu, kebijakan yang ketat mulai melonggar. Para analis justru memperlebar, proses pembukaan kembali itu tidak akan mudah dan berisiko meningkatkan kasus Covid-19 lagi.
Sebanyak 83 persen kalangan eksekutif di China menanggapi survei itu dengan mengatakan "jalan panjang menuju pemulihan kepercayaan konsumen" akan memengaruhi bisnis mereka di tahun-tahun mendatang. Pengawasan itu juga menemukan sentimen konsumen tertahan oleh karantina wilayah ( lockdown ) dan kebebasan ekonomi.
Meski begitu, kata Wouters, konsumen China masih menunjukkan keinginan untuk meningkatkan pengeluaran tahun depan jika kondisinya membaik. Hampir setengah atau 44 persen responden juga mengaku lebih banyak menabung untuk digunakan tahun depan.
Simpanan meningkat
Simpanan rumah tangga China meningkat menjadi 13 triliun yuan atau 1,8 triliun dolar AS untuk periode Januari hingga September pada tahun ini. Jumlah ini naik dari 8,5 triliun yuan untuk periode yang sama pada tahun 2021. Sebagian besar pengeluaran dalam 12 bulan ke depan akan lebih banyak digunakan untuk urusan kesejahteraan pribadi, seperti kesehatan dan kebugaran.
Di luar mereka, menurut Wouters, adalah Generasi Z atau kelompok yang lahir pada periode pertengahan hingga akhir 1990-an dan awal 2010-an. Mereka akan memfokuskan pengeluaran untuk "hidup di saat ini" saja.
"Kemungkinan tidak akan ada manfaat belanja barang mewah yang sama seperti yang terjadi pada tahun 2021. Pertumbuhan apapun yang kita lihat nanti sebenarnya akan didorong oleh Generasi Z," ujar Wouters.
Setelah aksi protes besar-besaran di sejumlah kota di China, berbagai aturan dilonggarkan, antara lain aturan karantina jika seseorang positif Covid-19 atau kontak dekat dengan kasus Covid-19 dan swab test wajib.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, AS berharap keputusan pemerintah China melonggarkan kebijakan ketat terkait Covid-19 itu sudah benar. Keputusan itu tidak hanya untuk kepentingan rakyat China, tetapi juga seluruh dunia.
"Kami ingin China berhasil mengatasi Covid-19 dengan benar. Kami sangat memperhatikan hal itu terjadi," kata Blinken dalam sebuah acara yang diadakan harian The Wall Street Journal . (REUTERS/AFP)