Yasonna: Pencatatan Kekayaan Intelektual Penting untuk Lindungi Hak Cipta
Pencatatan sebuah kekayaan intelektual tak hanya penting untuk mencegah pembajakan atau klaim pihak lain, tetapi juga bernilai ekonomi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Daerah-daerah di Indonesia memiliki beragam potensi yang harus dijaga sebagai kekayaan intelektual. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah daerah diimbau untuk menjaga dengan mencatatkan kekayaan intelektual tersebut. Selain bernilai ekonomi, pencatatan itu juga bisa menjadi salah satu alat bukti saat terjadi pelanggaran.
Untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya pencatatan atas karya dan cipta, Selasa (12/4/2022), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha kreatif di Kota Medan, Sumatera Utara.
”Mengapa penting pendaftaran hak kekayaan intelektual? Dulu, Malaysia pernah mengklaim reog Ponorogo itu milik mereka. Sudah mereka bilang begitu, baru kita ribut. Begitu pula dengan batik. Itu kita harus daftarkan sebagai kekayaan intelektual, harus kita lindungi,” kata Yasonna dalam audiensi bertajuk ”Yasonna Mendengar” dengan sejumlah komunitas di Medan.
Selain kekayaan intelektual, yang tidak kalah penting adalah hak cipta, seperti lagu serta karya seni dan budaya. Pendaftaran paten yang sederhana juga bisa bernilai ekonomi.
Yasonna menegaskan, ada korelasi positif antara hak kekayaan intelektual dan kemajuan ekonomi suatu bangsa. Negara yang memiliki banyak kekayaan intelektual, baik berupa invensi, musik, maupun kekayaan intelektual yang bersifat paten, seperti desain industri dan jenama, akan semakin baik pertumbuhan ekonominya.
Oleh karena itu, Yasonna mengimbau agar masyarakat mendaftarkan kekayaan intelektualnya sebelum diklaim pihak lain. Apalagi, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sudah memiliki sistem pendaftaran secara daring.
Analis kekayaan intelektual yang saat ini ditugaskan di Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Stevanus Rionaldo, menjelaskan, pada dasarnya pelindungan hak cipta secara otomatis muncul ketika ciptaan itu diwujudkan dan dipublikasikan.
Ada korelasi positif hak kekayaan intelektual dan kemajuan ekonomi suatu bangsa. Negara yang memiliki banyak kekayaan intelektual, baik berupa invensi, musik, maupun kekayaan intelektual yang bersifat paten, seperti desain industri dan jenama, akan semakin baik pertumbuhan ekonominya.
Pada saat terjadi pelanggaran hak cipta, dibutuhkan suatu tindakan hukum dari orang yang merasa hak ciptanya dilanggar. Contohnya kasus pembajakan buku. Sebuah buku bisa saja dicetak ulang dengan kualitas rendah dan dijual dengan harga yang lebih murah oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
”Tanpa minta izin dari si pemegang hak cipta untuk mencetak sebuah judul buku, penerbit buku bajakan sebenarnya bisa dituntut oleh pemegang hak cipta dari judul buku yang bersangkutan,” kata Rio.
Ia menjelaskan, dalam kasus tersebut, Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa bisa melakukan penyidikan. Proses tersebut tentu harus diawali dengan laporan oleh pihak yang merasa dirugikan karena hak cipta termasuk dalam delik aduan.
Di awal terjadinya pelanggaran hak cipta, bisa dilakukan somasi kepada pembajak buku untuk menghentikan pembajakan. Kalau terus mengabaikan somasi tersebut, kasus pelanggaran hak cipta bisa dibawa ke jenjang hukum yang lebih tinggi. Prosesnya bisa saja tidak langsung diselesaikan melalui pengadilan, tetapi bisa melalui mediasi atau arbitrase.
Ketika sudah masuk pada proses penyidikan, dibutuhkan alat bukti, seperti surat perjanjian kontrak antara kedua belah pihak, pencipta, dan pemegang hak cipta. Selain itu, pencatatan atas suatu ciptaan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan bentuk dikeluarkannya surat pencatatan ciptaan bisa menjadi salah satu alat bukti.
”Jadi, pencatatan itu adalah mencatat hak yang sudah ada. Jadi, hak cipta itu di awal sudah ada ketika diumumkan, tetapi dicatatkan kembali untuk kita berjaga-jaga kalau, misalnya, nanti ada penyalahgunaan hak cipta. Kita bisa gunakan itu sebagai bukti yang sah,” kata Rio.
Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution menegaskan, Pemerintah Kota Medan akan memberikan bimbingan dan biaya gratis pengurusan hak kekayaan intelektual. Menurut Bobby, segala hasil kreativitas merupakan aset yang harus dilindungi.
Penulis buku Idris Pasaribu berharap, biaya pencatatan hak cipta sebuah buku yang kini dipatok Rp 400.000 dapat diringankan atau digratiskan. Sebab, honor mereka sudah dipotong pajak. Apalagi, proses penciptaan sebuah karya buku tidak murah dan membutuhkan waktu yang panjang. Menurut Idris, kecilnya pendapatan seorang penulis buku akan membuat karya buku semakin berkurang.