Tugas pemadam kebakaran cukup tinggi, sementara jumlahnya tidak sebanding. Padahal, mereka tidak hanya bertugas menghentikan kebakaran, tetapi juga melayani publik dalam tataran kecil.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap layanan pemadam kebakaran belum diimbangi dengan kecukupan personelnya. Padahal, mereka tidak hanya bertugas memadamkan kebakaran dan menangani kebencanaan, tetapi juga melayani banyak aspek kebutuhan masyarakat, mulai dari memotong pohon di jalan hingga menyelamatkan kucing.
Pada periode Januari 2022 hingga 13 November 2022, petugas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta menangani 1.503 kasus kebakaran, 5.094 kasus penyelamatan, dan 8.248 bantuan operasi lain. Jika dirata-rata, dalam sehari terdapat empat kasus kebakaran dan 16 kasus penyelamatan yang ditangani petugas pemadam kebakaran (damkar) DKI Jakarta.
Jakarta yang memiliki luas wilayah 661,5 kilometer persegi dan berpenduduk 10,5 juta jiwa kini dilayani 4.558 petugas damkar. Mereka tersebar di lima kota administrasi, yaitu Jakarta Pusat, Timur, Barat, Utara, dan Selatan.
Dari jumlah petugas itu, 2.536 orang berstatus pegawai negeri sipil, 1.753 orang berstatus penyedia jasa layanan perorangan (PJLP), dan 260 orang petugas non-PJLP. Mereka bertugas pada tingkatan dinas damkar di provinsi, suku dinas (sudin) damkar di tingkat kota, sektor di tingkat kecamatan, dan pos di tingkat kelurahan.
Dengan banyaknya jumlah kasus yang ditangani, Kepala Seksi Publikasi dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Damkar DKI Jakarta Saepuloh mengaku kekurangan personel. Hal ini karena tidak ada lagi pembukaan seleksi petugas baru sejak 2018 dan banyak dari pasukan yang sudah pensiun.
”Tugas petugas damkar tidak hanya menghentikan kebakaran, tetapi juga melayani masyarakat pada tataran yang sederhana, seperti mengambilkan gawai yang jatuh di selokan, mengamankan ular dan reptil yang masuk ke permukiman warga, ataupun menyelamatkan warga yang cincinnya tersangkut,” ujarnya di Jakarta Pusat, Senin (14/11/2022).
Kepala Seksi Sektor Kecamatan Tambora Sudin Damkar Jakarta Barat Joko Susilo mengamini masalah kekurangan personel ini. Di Sudin Damkar Jakarta Barat, satu unit operasional terdiri dari kepala regu, pengemudi, dan dua anggota. Bahkan, ada yang satu unit hanya terdiri dari dua orang.
”Idealnya, pada setiap regu terdapat satu unit kendaraan operasional yang terdiri dari enam orang, yaitu kepala regu, sopir, serta empat anggota. Empat anggota ini terdiri dari penyerang, penyalur, dan petugas umum. Jumlah anggota dalam satu regu ini sudah disesuaikan dengan fungsinya masing-masing,” tuturnya.
Joko menambahkan, dari 44 pos pemadam kebakaran yang seharusnya ada di Jakarta Barat, saat ini baru ada 25 pos. Artinya, masih ada 19 kelurahan atau lebih yang belum memiliki pos kebakaran. Masing-masing pos minimal terdiri dari empat petugas sehingga total kekurangan personel damkar di Jakarta Barat lebih dari 76 orang.
Ketiadaan pos damkar ini menurut Joko karena sulitnya pengadaan dan perizinan lahan di wilayah yang padat. Selain itu, keterbatasan anggaran juga masih menjadi masalah dalam pengadaan pos damkar.
Meski demikian, sejauh ini belum ada perhitungan secara rinci dari Dinas Damkar DKI Jakarta terkait tambahan jumlah personel yang dibutuhkan.
Dampak
Kekurangan personel damkar ini berdampak pada kecepatan penanganan kebakaran. Seperti diungkapkan Joko, ketika terjadi kebakaran, petugas damkar tidak hanya menurunkan dan menyalakan selang, tetapi juga membaca situasi, memetakan risiko, memastikan api tidak menjalar, dan mengamankan korban. Oleh karena kekurangan personel, satu petugas bisa mengemban lebih dari satu tugas.
Pada bangunan yang sulit dijangkau, petugas damkar membutuhkan tambahan selang yang perlu ditangani lebih dari dua orang. Untuk mengatasi kekurangan petugas, biasanya didatangkan personel damkar lain dari sudin atau pos damkar terdekat. Namun, hal itu membutuhkan waktu di perjalanan sehingga penanganan kebakaran juga terdampak.
Saepuloh mengakui, saat ini masyarakat sudah mulai sadar dan tanggap ketika terjadi kebakaran. Dalam banyak kasus, warga turut membatu pemadaman. Namun, mereka tidak boleh sembarangan ketika menggunakan alat damkar. Ada tata cara tertentu serta kesalahan penggunaan akan melukai penggunanya.
Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran dan Penyelamatan Sudin Damkar Jakarta Pusat Ahmad Syaiful mengakui, beberapa petugas penanganan kebakaran sering kali harus membantu tugas penyelamatan, begitu pula sebaliknya. Mereka umumnya juga ditugaskan ke wilayah yang kekurangan petugas.
”Para petugas ini bekerja 1x24 jam, kemudian libur sehari, sehari berikutnya sebagai pasukan cadangan. Kita juga memiliki keterbatasan tenaga, apalagi jika menghadapi kasus kebakaran yang besar, itu bisa mengerahkan sampai 16 mobil operasional dengan 64 petugas,” kata Ahmad.
Dari delapan kecamatan yang ada di Jakarta Pusat, hanya lima kecamatan yang memiliki sektor damkar. Ketiga lainnya, seperti Kecamatan Tanah Abang, hanya memiliki pos damkar yang tersebar di beberapa kelurahan.
Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, menjelaskan, pemenuhan jumlah petugas dalam satu unit operasional perlu mempertimbangkan luas wilayah, tingginya potensi kebakaran, dan keberadaan sarana dan prasarana. Apalagi, tugas damkar tidak hanya menghentikan kebakaranm, tetapi juga penanganan bencana. Dalam konteks Indonesia, jumlah petugas yang tidak memenuhi ini bisa diantisipasi dengan upaya pencegahan oleh masyarakat.
Menurut dia, hal yang tidak bisa dipenuhi dalam tingkat personel ini membutuhkan bantuan lain, seperti sukarelawan. Sukarelawan tidak hanya membantu petugas kebakaran, tetapi juga diberi kemampuan dasar pencegahan kebakaran. Dalam hal ini, mereka bisa membantu petugas kebakaran untuk mengedukasi masyarakat terkait pencegahan dan penanganan kebakaran.
”Kebakaran tidak hanya untuk ditangani, tetapi juga diantisipasi. Dalam hal ini, masyarakat juga bertanggung jawab mencegah kebakaran. Pembentukan ekosistem pencegahan menjadi penting untuk menanggulangi masalah keterbatasan personel damkar,” papar Yayat.