Maraknya jual beli barang di media sosial menjadi fenomena baru yang perlu pengaturan. Tujuan pengaturan ulang adalah mencegah praktik tidak sehat di pasar e-dagang.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan tengah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Esensi perbaikan tersebut adalah peningkatan daya saing produk usaha mikro, kecil, dan menengah serta mencegah praktik perdagangan tidak sehat di pasar e-dagang.
”Saat ini, draf revisi sedang diajukan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dilakukan harmonisasi sesuai ketentuan berlaku,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim, saat dihubungi pada Kamis (20/7/2023) di Jakarta.
Menurut Isy Karim, ada beberapa prinsip pengaturan dalam penyempurnaan Permendag No 50/2020. Prinsip pertama adalah mengantisipasi tantangan persaingan tidak sehat seiring dengan perkembangan pasar e-dagang. Prinsip kedua adalah meningkatkan daya saing produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini cenderung masih lemah.
Selanjutnya, prinsip ketiga adalah menciptakan kesetaraan persaingan berusaha yang sehat di pasar e-dagang. Ekosistem lokapasar yang sudah ada harus didorong semakin sehat. Adapun prinsip keempat adalah mengatur peredaran barang, termasuk di lokapasar, agar memenuhi standar yang ditetapkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Misalnya, Standar Nasional Indonesia.
Revisi regulasi tersebut terkait fenomena fenomena praktik jual-beli barang melalui media sosial atau social commerce yang menjadi fenomena baru di Indonesia. Apalagi, sampai ada media sosial yang bisa langsung dipakai bertransaksi e-dagang dalam platform yang sama atau tidak keluar ke platform lain.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengatur lebih jauh mengenai maraknya social commerce, termasuk melalui media sosial TikTok. Tujuan utama koordinasi ini adalah menjaga dan melindungi produk UMKM dalam negeri.
Secara terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, di sela-sela konferensi pers tentang judi daring di Jakarta, Kamis, mengatakan, pihaknya tidak ingin kreativitas masyarakat (berjualan di media sosial) menjadi terhambat. Menurut dia, masyarakat selaku konsumen harus dilindungi.
”Jangan sampai masyarakat sebagai konsumen mendapat masalah, seperti terkena penipuan transaksi e-dagang (lewat media sosial),” kata Budi.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menambahkan, sejauh ini pemerintah mengawasi transaksi social commerce yang benar-benar terjadi dalam platform media sosial. Sementara untuk transaksi social commerce pribadi yang pembayarannya di luar platform media sosial, termasuk transaksi melalui aplikasi pesan instan, tidak turut diawasi oleh pemerintah. Mengenai hal ini, masyarakat diminta berhati-hati dan selalu cek kebenaran penjual.
Perlu kesetaraan
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira berpendapat, Permendag No 50/2020 memang perlu direvisi supaya definisi e-dagang meluas, bukan hanya lokapasar, tetapi juga media sosial yang memfasilitasi e-dagang. Perluasan seperti ini akan meningkatkan kesetaraan perlakuan antara lokapasar dan media sosial.
”Pemerintah juga perlu menambahkan ketentuan yang menegaskan porsi barang impor di lokapasar dan social commerce. Misalnya, porsi barang impor yang diperbolehkan maksimal 30-40 persen,” ucap Bhima.
Selain itu, lanjut Bhima, pemerintah sebaiknya juga menegakkan kesetaraan dari sisi perpajakan. Sebagai gambaran, saat ini lokapasar sebenarnya diharuskan menjadi witholder tax atau pemungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas negara. Pemilik platform yang memfasilitasi layanan e-dagang semestinya juga diminta yang sama seperti lokapasar itu.
Dari sisi pelaku usaha e-dagang, Chief Marketing Officer PT Global Digital Niaga Tbk (pengelola Blibli.com) Edward K Suwignyo mengatakan, pihaknya masih menunggu sejauh mana pembahasan regulasi untuk mengatur social commerce. ”Perusahaan juga menunggu seperti apa keinginan pemerintah mewujudkan perlindungan konsumen -mitra penjual dan bagaimana platform lokapasar dan media sosial yang memfasilitasi e-dagang diminta menyiapkan sistem perlindungan,” tuturnya.
Sebelumnya, ramai diberitakan mengenai proyek S sebagai upaya TikTok menjual produknya sendiri. Proyect S TikTok Shop dicurigai menjadi cara perusahaan mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China. Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, beberapa hari lalu, sempat menyinggung Proyek S berpotensi mengganggu produk UMKM lokal. Oleh karena itu, regulasi yang mengatur e-dagang perlu disesuaikan.
TikTok Shop Indonesia, dalam pernyataan resmi, Selasa (18/7/2023), mengklarifikasi bahwa Proyek S tidak hadir di Indonesia. TikTok justru berkomitmen memberdayakan UMKM Indonesia.