Ada Dugaan Pidana dalam Kasus Koboi Jalanan di Jaksel
Arogansi segelintir pengemudi mobil Pajero atau Fortuner datang dari pengemudi bermasalah.
JAKARTA, KOMPAS — Polisi menemukan dugaan tindak pidana dalam kasus pengemudi Toyota Fortuner mengamuk, menyerang, dan merusak sebuah taksi daring di Jalan Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Ade Ary Syam mengatakan, pengemudi Fortuner yang mengamuk dan merusak sebuah mobil Honda Brio di Jalan Senopati, pada Minggu (12/2/2023) dini hari, berinisial GR (24). Lelaki itu telah diperiksa polisi.
”Kami melakukan gelar perkara karena kami menemukan adanya dugaan tindak pidana. Sejak tadi malam kami tingkatkan ke proses penyidikan,” kata Ade, Senin (13/2/2023), di Jakarta.
Selama penyidikan, polisi mengumpulkan dan menyita sejumlah alat bukti dari pihak terlapor, yakni GR, seperti benda mirip senjata api berbahan plastik, sebilah pedang anggar, dan mobil Fortuner hitam yang dikemudikan pelaku. Polisi juga menyita mobil Brio kuning milik korban.
Menurut Ade, kasus perusakan mobil oleh GR bermula saat korban, Ari Widianto (48), yang mengendarai Honda Brio kuning, melintas bersama seorang penumpang di Jalan Senopati, Kebayoran Baru, Jaksel, Minggu dini hari. Saat itu, korban berpapasan dengan GR yang melintas dari arah berlawanan.
Baca juga: Pertarungan Kuasa di Jalanan yang (tak) Berakhir
”Kedua mobil ini akhirnya berhadapan. Kemudian terlapor diberi lampu jauh oleh korban. Sekali tidak mempan, akhirnya korban memberi lampu dim sebanyak empat kali,” ucap Ade.
Pengemudi Fortuner yang mendapat sorotan lampu jauh berkali-kali itu kemudian kembali ke jalurnya. Namun, saat berpindah, pelaku sengaja menyenggol kendaraan korban dan berulang kali mengeluarkan kata-kata kasar.
Masih tak puas, GR turun dari kendaraannya dengan membawa sebuah benda mirip senjata api dan sebilah pedang. Benda-benda itu kemudian digunakan pelaku untuk merusak mobil korban.
Berulang
Arogansi pengemudi kendaraan mewah, elite, dan berukuran besar, seperti Fortuner hingga Pajero Sport, di jalanan Ibu Kota berulang terjadi. Para pengemudi kendaraan itu kerap bertindak agresif di jalanan dan mengabaikan keselamatan pengguna jalan lain.
Kasus-kasus ini sebagian kemudian terungkap berkat tekanan berlipat publik. Namun, ada pula kasus serupa yang tenggelam begitu saja lantaran aparat memilih bungkam.
Baca juga: Lagu Lama Koboi Jalanan di Ibu Kota
Salah satu kasus yang turut menarik perhatian publik ialah saat pengemudi Mitsubishi Pajero Sport bernomor polisi B 1690 QH menyerempet Daihatsu Terios di Jalan Boulevard Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 25 Desember 2022 malam. Terios dikemudikan oleh Reynold Lumintang (33), yang juga membawa anaknya yang masih berusia balita.
Pengemudi Pajero Sport yang hingga kini tak terlacak polisi itu juga turun dari kendaraannya dan menodongkan sebuah benda yang diduga senjata tajam. Kasus ini dilaporkan korban ke Kepolisian Sektor Kelapa Gading. Namun, hingga saat ini, identitas dan pengemudi Pajero tersebut tak terungkap karena polisi bungkam.
Pada 8 Desember 2022, keributan berujung penodongan benda diduga senjata api (pistol) juga terjadi antara sesama pengemudi di depan gerbang masuk Grand Pakubuwono Terrace, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pihak kepolisian kemudian memastikan bahwa pelaku berinisial AP hanya seorang pekerja swasta atau bukan anggota Polri.
Di Jalan Tol Jagorawi, pada 18 September 2022, tindakan koboi-koboian di jalanan juga tersaji melalui video viral dua mobil hitam di lajur kanan Jalan Tol Jagorawi arah Jakarta. Upaya pengemudi saling mendahului itu berakhir setelah salah satu pengemudi menurunkan kaca mobil dan menodongkan senjata api ke pengemudi lainnya.
Belakangan diketahui pengemudi yang menodongkan senjata api ialah anggota TNI berpangkat kapten. Dia mengendarai mobil dinas Kementerian Pertahanan dalam aksi koboi-koboian tersebut (Kompas.id, 21/9/2022).
Baca juga: Amarah dan Arogansi di Jalanan yang Tak Pernah Surut
Tontonan koboi jalanan itu membuka kembali memori lama video di laman Youtube yang berjudul ”Koboy Palmerah”. Video berdurasi 1 menit 59 detik ini merekam pengemudi mobil berpelat nomor dinas TNI 1394-00 berdebat dengan pengendara sepeda motor karena senggolan di Jalan Tentara Pelajar, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (30/4/2022).
Pria berpakaian kemeja putih dan bercelana panjang warna krem itu juga terlihat menenteng benda menyerupai senjata api. Sempat terdengar pula bunyi seperti tembakan. Dia tampak beberapa kali memukul pengendara motor dengan sebuah tongkat. Pukulan itu mengenai helm yang masih dikenakan pengendara motor (Kompas, 2 Mei 2022).
Bermasalah
Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia Sony Susmana, yang dihubungi terpisah, mengatakan, arogansi segelintir pengemudi mobil Pajero Sport atau Fortuner datang dari pengemudi bermasalah. Masih ada pengemudi mobil tersebut yang tidak mampu mengelola emosi, punya persoalan lain yang tak terselesaikan, atau adabnya memang rendah.
”Mereka-mereka ini tidak disenggol saja cari masalah. Jadi, jangan kasih tahu mereka jika tidak punya wewenang karena kalau caranya salah pasti berujung konflik,” kata Sony.
Arogansi itu kian kuat lantaran mereka mengendarai kendaraan yang memiliki aura menyeramkan. Kendaraan hitam, besar, dan kuat dinilai mampu menjembatani kelakuan pengemudi-pengemudi bermasalah tersebut.
Upaya mengubah pengemudi bermasalah yang kerap arogan di jalan raya tak mudah. Arogansi itu datang dari diri sendiri dan hanya yang bersangkutan yang mampu mengubahnya.
Bias kelas
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, mengatakan, arogansi berulang di jalan raya yang kerap dilakukan pengemudi jip terjadi karena struktur sosial dan ekonomi di perkotaan yang kapitalis atau bias kelas. Jalanan di kota besar kerap dirasa jadi milik sekelompok orang, terutama mereka yang bermodal dan punya kuasa.
”Fenomena ini bukan semata-mata karena faktor personal. Mereka yang arogan di jalan raya diuntungkan dengan ruang-ruang sosial yang memang mendukung,” kata Rakhmat.
Arogansi di jalan raya masih bakal berulang karena konteks perkotaan di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia masih dalam hegemoni kelas-kelas sosial tertentu. Upaya mengikis arogansi di jalan raya dengan menumbuhkan kesetaraan hanya bakal berhasil jika pembangunan sarana transportasi berorientasi pada transprortasi publik.
”Di kota-kota Eropa, ruang sosial mereka lebih setara karena transportasi publik mendukung. Kita baru saja memulai arus utama baru dalam transportasi publik. Tetapi, paradigma itu, ruang sosial yang kapitalis sudah telanjur melekat,” katanya.