Kabel tumpang tindih, menjuntai, dan menonjol di jalanan bukan hanya tak elok, melainkan juga membahayakan dan memakan korban.
Oleh
STEFANUS ATO, ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Semrawutnya jaringan utilitas di Jakarta terus memakan korban. Selain tak elok, kabel yang tumpang tindih, menjuntai, dan menonjol di jalanan juga membahayakan warga. Penataan sarana jaringan utilitas terpadu di Jakarta belum terlihat muaranya.
Siapa sangka, liburan kuliah pada awal tahun ini menjadi awal duka bagi Sultan Rif’at Alfatih (20). Ia harus dirawat intensif di rumah sakit akibat terjerat kabel optik yang melintang dan menjuntai di Jalan Antasari Raya, Cilandak, Jakarta Selatan, 5 Januari 2023 malam.
Ketika itu, Sultan, mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, sedang berkendara dengan sepeda motor bersama teman SMA-nya, Kamis (5/1/2023) malam. Mereka melalui Jalan Pangeran Antasari dari Jalan TB Simatupang. Saat melintasi jalan tersebut, kabel fiber optik menjuntai rendah. Kabel itu tersangkut di atap sebuah mobil yang berada di depan sepeda motor yang dikendarai Sultan.
”Karena kabel fiber optik itu terbuat dari serat baja, kabelnya tidak putus saat tertarik beberapa meter. Kabel justru berbalik ke arah belakang dan menjepret leher anak saya sampai dia terjatuh,” kata Fatih, ayah Sultan, Senin (31/7/2023).
Jepretan kabel itu meninggalkan luka dalam di leher Sultan. Ia jadi tidak bisa berbicara dan kesulitan bernapas dengan hidung. Ia harus bernapas melalui alat bantu di tengah tenggorokan. Ia juga hanya bisa makan makanan cair sehingga bobotnya terus turun.
Fatih meminta pertanggungjawaban perusahaan kabel optik PT BT. Perwakilan perusahaan sempat menjenguk Sultan. Namun, mediasi yang dimulai sejak 23 Mei masih buntu. Fatih akan melapor ke Polda Metro Jaya. ”Secepatnya Rabu,” ujarnya.
Terkait dengan hal ini, kuasa hukum PT BT, Maqdir Ismail, yang dihubungi terpisah, mengatakan, mereka menyiapkan keterangan versi mereka terkait dengan kasus tersebut. Perusahaan disebutnya sudah berupaya memberikan bantuan. ”Lebih lanjutnya, kami belum mau memberikan keterangan, mungkin besok. Kalau pihak mereka (Sultan) mau lapor polisi, itu hak mereka,” ucapnya.
Sementara itu, tidak hanya cedera fisik, Sultan juga mengalami depresi. ”Kondisi saat ini belum bisa bicara. Makan dan minum melalui selang di hidung. Adanya trauma psikologi dan mengalami depresi mental,” kata Fatih.
Kabel yang menjuntai di jalanan juga menjerat Vadim (38), pengendara sepeda motor yang melintas di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat, 28 Juli 2023 malam. Ia terjatuh dari sepeda motor dan menderita luka di kepala karena terjerat kabel yang melintang.
Perapian menyeluruh
Menanggapi kabel-kabel semrawut di Ibu Kota, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Heru Suwondo mengatakan, pemerintah daerah berkoordinasi dengan para pemilik jaringan utilitas. ”Kami ingin melakukan perapian secara keseluruhan. Namun, kami utamakan dahulu di jalan-jalan strategis. Cukup banyak kabel semrawut. Untuk itu, penataan berjalan terus,” ujar Heru.
Dari situs resmi Dinas Bina Marga DKI Jakarta, penataan sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) tersebar di Jakarta Selatan yang mencakup 20 ruas jalan dengan panjang sekitar 72,2 kilometer. Di Jakarta Timur dengan 10 ruas jalan sepanjang 43,2 km serta Jakarta Barat dan Jakarta Pusat yang terdiri dari 34 ruas jalan dengan panjang 106,4 km (Kompas, 13/1/2023).
Seluruh jaringan utilitas publik itu tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Artinya, dengan kejadian sekarang jadi momentum untuk memindahkan seluruh jaringan utilitas terpadu ke bawah tanah. (Nirwono Yoga)
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jerry Mangasas mengatakan, perapian dan penataan SJUT di Jakarta tidak mudah. ”Relokasi kabel itu sebenarnya keniscayaan buat kami. Secara tanggung jawab moril cukup berat, menurunkan (kabel) se-DKI Jakarta tidak gampang juga,” kata Jerry.
Pihak pengusaha belum memiliki target perapian kabel-kabel semrawut di Jakarta karena belum ada kejelasan konsep penataan jaringan utilitas di Jakarta. Kerangka kerja terperinci dari pemerintah dibutuhkan agar ada prioritas dalam penataan utilitas.
Ahli lanskap kota Nirwono Yoga, dihubungi terpisah, mengatakan, kasus warga terjerat kabel fiber optik hingga membahayakan keselamatan jadi momentum bagi pemerintah daerah untuk membenahi jaringan utilitas. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memberikan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan bagi seluruh warganya.
”Seluruh jaringan utilitas publik itu tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Artinya, dengan kejadian sekarang jadi momentum untuk memindahkan seluruh jaringan utilitas terpadu ke bawah tanah,” kata Nirwono.
Momentum memindahkan seluruh jaringan utilitas di Jakarta masih menyisakan kendala lantaran sejak 2019 upaya revisi Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas masih mandek di DPRD DKI Jakarta. Padahal, revisi perda itu dibutuhkan agar peraturan daerah yang baru tentang jaringan utilitas dilengkapi upaya paksa agar seluruh pemilik jaringan utilitas menurunkan kabelnya ke bawah tanah.
”Kita berharap sampai dengan 2025 nanti sudah tersusun peraturan daerahnya dan juga rencana induk sarana jaringan utilitas. (Tujuannya agar) 2030 sudah tidak ada lagi kabel di atas tanah,” kata Nirwono.