Menyoal Harga dan Gangguan Layanan Internet Seluler di Indonesia
Kekuatan sinyal dan kualitas koneksi internet menjadi alasan utama konsumen dalam memilih provider telepon seluler. Sayangnya, masih terjadi sejumlah keluhan terkait jaringan koneksi yang lambat dan kerap terputus-putus.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·5 menit baca
Biaya internet seluler terasa kian mahal, tetapi layanan jasa yang diberikan operator masih belum optimal di sejumlah wilayah. Masih terjadi sejumlah keluhan terkait jaringan koneksi yang lambat dan kerap terputus-putus. Operator perlu segera melakukan sejumlah pembenahan agar kualitas layanan yang diberikan kepada konsumen dapat terus ditingkatkan.
Fenomena itu terjaring dari Survei Internet Indonesia 2023 yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Pada laporan terbarunya, survei berkala yang dilakukan APJII ini melibatkan sekitar 8.510 responden dari 38 provinsi di Indonesia. Melalui survei tersebut, APJII memperoleh gambaran lanskap pengguna internet secara nasional. Salah satu temuan yang menarik untuk diulas adalah terkait penggunaan internet seluler (mobile internet)di Indonesia.
Saat ini, terdapat 77,3 persen responden yang menggunakan internet seluler sebagai tulang punggung saluran informasi dan komunikasi sehari-hari. Konsumen ini mengakses jaringan internetnya menggunakan smartphone yang terhubung dengan operator telepon seluler. Sisanya, sekitar 12 persen responden mengandalkan Wi-Fiyang ada di rumah, kantor, sekolah, kampus, ataupun ruang publik. Artinya, mayoritas pengguna internet Indonesia sangat bergantung pada saluran internet seluler.
Merujuk pada survei APJII, tingkat penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 78,19 persen. Artinya, 215 juta orang dari 275 juta penduduk Indonesia sudah terhubung dengan jaringan internet. Dari seluruh konsumen internet tersebut, terdapat 166 juta orang yang mengandalkan jaringan seluler untuk saluran komunikasinya sehari-hari.
Besarnya pengguna jaringan seluler itu menunjukkan teknologi internet seluler relatif efisien sehingga menjangkau lebih banyak konsumen dibandingkan internet dengan jaringan kabel. Hanya saja, kualitas jaringan internet seluler bervariasi tergantung dari lokasinya. Warga perkotaan umumnya bisa menikmati koneksi internet secara optimal. Namun, berbeda ceritanya dengan warga perdesaan atau masyarakat di wilayah dengan bentang alam perbukitan dan pegunungan. Umumnya, wilayah yang relatif jauh dari perkotaan dan relatif minim infrastruktur ini sering kali mengalami kendala dan gangguan ketika mengakses internet.
Kendala tersebut sejatinya juga tidak hanya identik terjadi di kawasan perdesaan, tetapi juga berpeluang terjadi di perkotaan. Terutama pada wilayah berkepadatan penduduk tinggi sehingga banyak perangkat telepon seluler yang berebut jaringan internet sehingga menyebabkan lemahnya konektivitas. Fenomena demikian dapat mudah dipahami ketika mengunjungi lokasi tempat berkumpulnya massa dalam jumlah besar, seperti konser musik atau pergelaran festival yang dihadiri ribuan orang. Pada situasi ini kerap kali sinyal di ponsel tiba-tiba menjadi sangat lemah dan sulit mendapat update informasi. Hal serupa dapat terjadi pada kawasan permukiman padat penduduk di wilayah perkotaan yang dihuni oleh ribuan orang.
Biaya dan gangguan
Untuk menikmati jasa layanan internet, konsumen harus mengeluarkan anggaran dengan nominal yang beragam. Hasil survei APJII menunjukkan 4 dari 10 responden dalam sebulan menghabiskan biaya Rp 10.000 hingga Rp 50.000. Ada pula sekitar 43 persen responden yang mengatakan biaya internet per bulan berada di rentang Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Semakin banyak biaya yang dikeluarkan menandakan konsumsi digital yang digunakan atau dinikmati juga kian besar.
Terkait dengan biaya atau harga kuota internet tersebut, persepsi konsumen mengalami keterbelahan. Sebesar 49,2 persen responden menyatakan bahwa biaya internet semakin hari semakin mahal. Sementara itu, 43,4 persen responden merasakan biaya yang dikeluarkan sama saja. Pernyataan yang bertolak belakang ini mengindikasikan adanya pengalaman yang berbeda-beda dari setiap konsumen. Apalagi, setiap konsumen memiliki perbedaan konsumsi kebutuhan dan juga jenis operator layanannya sehingga menimbulkan persepsi yang sangat beragam.
Bila dicermati, nilai biaya yang dikeluarkan oleh konsumen memang berbeda-beda. Bahkan, dalam beberapa kasus ditemukan fenomena perbedaan harga paket data dari besaran kuota yang sama dari provider (operator) yang juga sama. Perbedaan itu bisa terlihat dari nomor ponsel yang digunakan oleh beberapa konsumen yang akan melakukan transaksi membeli paket data internet. Misalnya, nomor ponsel pertama bisa membeli paket data dengan kuota 20 GB seharga Rp 100.000. Sementara nomor ponsel kedua dari provider yang sama untuk membeli kuota 20 GB harus mengeluarkan biaya Rp 120.000.
Situasi tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya perang harga antaroperator seluler. Selama ini tidak ada ketentuan harga internet per satuan ukuran tertentu, dalam hal ini per kilobita. Pada April 2019, rentang tarif internet di Indonesia yang paling murah berada pada angka Rp 0,003 per kilobita hingga yang paling mahal Rp 0,038 per kilobita (Kompas, 5/5/2019). Kuota internet yang diamati ini dengan ketentuan masa berlaku 30 hari dan dapat digunakan selama 24 jam setiap hari. Tidak menentunya harga layanan tersebut membuat para operator dapat menentukan tarif secara sepihak.
Kondisi itu dapat menyebabkan perbedaan harga yang kemungkinan akan memberatkan sebagian konsumen. Sayangnya, harga yang terkesan kian mahal itu tidak disertai dengan kualitas layanan jaringan internet yang semakin andal. Setidaknya ada 5 dari 10 responden survei yang mengatakan sering mengalami koneksi internet yang lambat. Bahkan, ada 34,6 persen responden lainnya yang merasakan koneksi internetnya tidak stabil putus-sambung.
Dilihat dari intensitas gangguannya, setidaknya ada 61,9 responden yang mengaku pernah mengalami kendala pada jaringan internet pada berbagai kesempatan. Sebagian besar responden (36,1 persen) mengalaminya sekali dalam sebulan. Sementara ada 21,1 responden yang mengalami kendala hingga 2-5 kali selama sebulan. Bahkan, ada pula yang mengalami lebih dari lima kali dalam sebulan (4,2 persen).
Terkait dengan gangguan internet seluler tersebut, tentu saja penanganannya berbeda dengan internet jaringan kabel. Dengan sifatnya yang mobile, lokasi pengguna juga sangat menentukan kualitas jaringan internet yang diperolehnya. Oleh sebab itu, konsumen menyiasatinya dengan menyeleksi operator berjaringan paling andal menjangkau wilayah tempat ia berada.
Memilih operator
Keandalan jaringan seluler di suatu daerah menjadi salah satu alasan konsumen dalam memilih provider (operator) untuk aktivitas ponselnya. Hal ini dinyatakan sekitar 47 persen responden yang menekankan kekuatan sinyal dan kualitas koneksi di suatu lokasi menjadi alasan utama konsumen dalam memilih provider telepon. Pertimbangan berikutnya soal harga. Apabila paket internet ditawarkan dengan harga menarik dan disertai program promo, hal ini menjadi daya tarik untuk dipertimbangkan. Hal ini setidaknya diutarakan oleh 26,8 persen responden.
Selain itu, ada pula yang mempertimbangkan usia penggunaan nomor ponsel yang sudah lama. Hal ini dianggap menjadi pertimbangan utama bagi 18,4 persen reponden. Semakin lama usia nomor telepon, ada kecenderungan harga paket data yang ditawarkan operator kian mahal sehingga ada pertimbangan untuk mengganti nomor baru. Di luar itu, masih ada lagi faktor lain yang memengaruhi konsumen dalam memilih operator telepon, yakni terkait dengan kemudahan dalam bertransaksi atau pembelian paket data internet. Kepraktisan ini menjadi pertimbangan oleh sekitar 6,5 persen responden.
Secara umum, ragam provider yang bisa dipilih oleh masyarakat sejatinya hanya dikuasai oleh empat pemain besar, yaitu Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dan Smartfren. Kecuali Smartfren, mereka memiliki beberapa merek operator yang dinaungi oleh tiga grup besar.
Merujuk pada hasil survei APJII, pangsa pasar seluler terbesar di Indonesia, yakni 40,3 persen, dikuasai oleh Telkomsel. Pada urutan kedua dengan cakupan pasar 33,4 persen diduduki oleh Indosat. Selanjutnya, XL Axiata dengan penguasaan pasar 21 persen dan terakhir 5,3 persen untuk Smartfren. Boleh dikatakan bahwa kualitas jaringan internet seluler serta persepsi para pengguna internet yang muncul dalam survei APJII mencerminkan performa layanan jasa empat perusahaan besar tersebut.
Hasil Survei Internet Indonesia 2023 dapat lebih dioptimal lagi bila dimaknai sebagai bahan evaluasi bagi penyelenggara internet di Indonesia supaya bisa meningkatkan mutu layanannya. (LITBANG KOMPAS)