Ancaman Seret Rezeki hingga Kesurupan Tidak Mampu Kalahkan Teror Sampah
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon menyebut sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir tahun 2021 mencapai 129.741 ton atau rata-rata 355 ton per hari. Angka ini belum termasuk sampah yang tidak terangkut.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
Aneka rupa sampah menumpuk di pinggir Jalan Nyi Mas Gandasari, Desa Junjang, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (11/10/2022). Sampah sepanjang 200-an meter itu menyebarkan bau tak sedap, seakan meneror warga yang melintas.
Saking baunya, warga yang mengendarai sepeda motor terpaksa menutup hidungnya dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya memutar gas. Embusan angin turut mengantarkan bau itu ke daerah lebih jauh. Aroma tak keruan itu berasal dari kayu lapuk, sayur busuk, hingga popok bayi.
Sampah tidak hanya teronggok di rumput liar sisi jalan, tetapi juga merembes ke bahu bahkan tengah jalan. Jalur beraspal selebar 4 meter itu pun tampak menyempit. Padahal, jalan itu menghubungkan Arjawinangun dan Kecamatan Panguragan serta alternatif ke Kota Cirebon.
”Bukan warga sini yang membuang sampah, tetapi orang lewat. Biasanya, mereka buang sampah kalau sepi, seperti pukul dua dan tiga menjelang subuh,” ujar Kepala Urusan Keuangan Desa Junjang Abdul Malik Yani. Pengendara kerap melintasi jalur itu menuju Pasar Junjang sebelum pagi.
Sampah menumpuk di jalur itu, katanya, sudah berlangsung empat tahun terakhir ketika tempat pembuangan sampah sementara (TPS) desa ada di sana. Namun, karena sampah mengganggu jalan, pemdes lalu menutup TPS itu. Sayangnya, kebiasaan membuang sampah tak lenyap.
Warga pun menuntut pemdes menyelesaikan persoalan menahun itu. Bulan Maret lalu, perangkat desa yang belum setahun menjabat urunan untuk membersihkan sampah itu. ”Waktu menguras, ada 20-30 kali mobil angkut sampah. Satu rit mobil bayarnya sekitar Rp 100.000,” ujar Abdul.
Setiap rit, diperkirakan 6 meter kubik sampah yang terangkut. Pihaknya mendapat bantuan dari dinas lingkungan hidup setempat. ”Tapi, pagi dibersihkan, besoknya sudah banyak sampah lagi. Pernah juga kami pagari dengan bambu, tapi jebol juga karena dilempari sampah,” katanya.
Pemdes sempat memasang sejumlah pengumuman larangan buang sampah di lokasi itu. ”Sudah ditulisin, kalau buang sampah di sini bakal kesurupan, mati mengenaskan, sampai rezekinya seret. Tapi, tetap saja ada yang buang sampah. Pengumumannya juga dicabut,” katanya.
Ada juga usulan agar warga mendirikan pos dan berjaga 24 jam di tempat pembuangan sampah itu. Akan tetapi, warga khawatir terjadi hal yang tidak diharapkan. Jalur yang diapit sawah itu termasuk rawan begal. Penerangan jalan umum minim dan jalannya rusak di beberapa titik.
”Tadinya, itu mau dibikin tempat orang jualan bunga. Semacam pusat ekonomi. Tapi, nyari orang yang mau jualan di sana susah karena jalurnya rawan,” ungkap Abdul. Padahal, di sekitar jalur itu berdiri tiga perumahan yang dibangun dengan modal lebih besar dan sejumlah perizinan.
Sawah terdampak
Menurut Abdul, gunungan sampah itu tidak hanya menularkan bau tak sedap, tetapi juga mengganggu aktivitas pertanian. Air dari sampah mencemari sawah. Saat angin kencang, sampah plastik juga beterbangan ke persawahan. Petani pun harus membersihkan lahannya dari sampah.
Padahal, sawah di daerah itu termasuk sentra produksi padi di Arjawinangun. Tahun lalu, kecamatan itu menghasilkan 22.100 ton gabah kering panen. Setiap tahun, petani bisa menanam padi dua kali. Bahkan, sejarah nama Desa Junjang juga erat kaitannya dengan lahan pertanian.
”Junjang itu artinya pari (padi) sekeranjang bisa dimakan banyak orang dan tidak habis-habis,” ucap Kepala Dusun 4 Desa Junjang Zaenal, yang rambutnya sudah memutih. Kini, produksi padi di sana terancam pencemaran sampah, termasuk saluran irigasi yang tersumbat sampah plastik.
Itu sebabnya, Zaenal dan Abdul berharap Pemerintah Kabupaten Cirebon dapat membantu menyelesaikan persoalan sampah di desanya. Kondisi di Junjang menjadi contoh belum optimalnya pengelolaan sampah di daerah berpenduduk 2,2 juta jiwa ini. Sampah juga bertebaran di pinggir jalan lainnya.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon, jumlah sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir tahun 2021 mencapai 129.741 ton atau rata-rata 355 ton per hari. Angka ini belum termasuk sampah yang tidak terangkut, seperti di Junjang.
Dari total volume sampah itu, pengelolaan sampah tahun lalu baru sebesar 28,61 persen atau 37.118 ton. Sisanya masih ditimbun, dibakar, bahkan ada yang dibuang ke irigasi dan sungai. Tidak hanya bau, kondisi ini juga bisa mengancam kesehatan hingga memicu banjir kala hujan.
Sebelumnya, Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengatakan, Pemkab telah berupaya menangani masalah persampahan. Juli lalu, misalnya, ada Gebyar Kabupaten Cirebon Katon Bersihe, yang artinya Cirebon terlihat bersihnya. Kegiatan itu mengajak warga memilah sampah dari rumah.
”Untuk tingkat desa, semua sampah rumah tangga bisa dibuang di tempat sampah milik desa. Terkecuali sudah overload, maka baru dilimpahkan ke kabupaten,” ujar Imron. Ia juga mendorong desa membuat bank sampah agar warga bisa menghasilkan uang dari sampah.
Penanganan sampah di Cirebon membutuhkan terobosan dari pemerintah daerah. Sebab, ancaman kesurupan hingga rezeki seret saja tidak dihiraukan.