Pemotongan Anggaran, Modus Lama yang Kembali Digunakan Kepala Daerah
Sebelum Bupati Meranti ditangkap, pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara diduga juga dilakukan oleh Bupati Kapuas. Kemendagri diharapkan fokus mengawasi pengelolaan anggaran pemda.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Modus pemotongan anggaranpemerintah daerah, seperti yang diduga dilakukan oleh tersangka tindak pidana korupsiBupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil dan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat, merupakan modus lama dan cara paling mudah bagi kepala daerah melakukan korupsi. Kementerian Dalam Negeri diharapkan fokus mengawasi pengelolaan anggaran di pemerintah daerah dengan memperkuat sistem pengawasan berjenjang.
Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (8/4/2023), mengatakan, modus pemotongan anggaran merupakan cara korupsi yang paling mudah dan tidak memerlukan teknik yang canggih. Dalam kasus Adil, kata Badiul, modus itu merupakan cara lama, yakni pimpinan meminta sejumlah uang dari anggaran yang ada pada satuan kerja, dalam hal ini melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
”Biasanya dipotongkan dari anggaran program/kegiatan. Jika permintaan uangnya banyak, bisa dari beberapa program/kegiatan,” kata Badiul.
Ia menambahkan, pola yang biasanya terjadi adalah anggaran kegiatan ditalangi terlebih dahulu oleh penyelenggara negara karena belum dicairkan oleh bendahara atau bagian keuangan. Setelah itu, dibayarkan pada penyelenggara negara dengan nominal yang lebih besar. Ia mengungkapkan, dugaan korupsi itu semakin besar ketika anggaran yang ditalangi untuk kegiatan fiktif.
Pola yang biasanya terjadi adalah anggaran kegiatan ditalangi terlebih dahulu oleh penyelenggara negara karena belum dicairkan oleh bendahara atau bagian keuangan. Setelah itu, dibayarkan pada penyelenggara negara dengan nominal yang lebih besar.
Modus itu di antaranya yang dilakukan oleh Bupati Kepulauan Meranti M Adil yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada Kamis (6/4/2023), bersama 26 orang lainnya di jajaran di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, dan satu auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau. Adil diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk menyetorkan uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang terhadap Adil.
Sebelumnya, pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara diduga juga dilakukan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat. Perkara ini melibatkan istri Ben, Ary Egahni, yang merupakan anggota DPR RI. Ary diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan.
Menurut Badiul, Kementerian Dalam Negeri harus fokus mengawasi pengelolaan anggaran di pemerintah daerah. Selain itu, memberikan sanksi bagi daerah-daerah yang terbukti pejabat/pegawainya menyelewengkan APBD. Kemendagri juga diharapkan memperkuat sistem pengawasan berjenjang mulai dari pengawas internal pemerintah daerah hingga melibatkan lembaga seperti KPK.
”Kemendagri juga bisa mendorong penguatan transparansi pemerintah daerah agar masyarakat bisa terlibat secara lebih baik dalam pengawasan,” kata Badiul.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, maraknya kepala daerah yang diduga melakukan korupsi harus disikapi secara serius oleh pemangku kepentingan. Apalagi, Provinsi Riau memiliki rentetan panjang praktik korupsi kepala daerah. Berdasarkan catatan ICW, sejak tahun 2007 hingga 2023, setidaknya 10 kepala daerah Riau terjaring KPK karena melakukan praktik korupsi. Setelah dijumlah, praktik korupsi yang dilakukan oleh 10 kepala daerah itu telah mengakibatkan kerugian negara Rp 2,2 triliun dan suap/gratifikasi sebesar Rp 18,5 miliar.
Menurut Kurnia, pemerintah harus memperkuat fungsi aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) di Riau. Selain itu, aparat penegak hukum, terutama KPK, harus memastikan supervisi pascapenindakan atau pengelolaan sistem pemerintahan di seluruh pemerintahan provinsi Riau agar berjalan transparan dan akuntabel.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan mengatakan, Kemendagri menyesalkan terjadinya penangkapan terhadap Adil yang menambah panjang kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kepala daerah. Pasalnya, kata Benni, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian telah berulang kali mengingatkan kepala daerah agar berhati-hati dan menjauhkan diri dari tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum. Kemendagri akan menghormati dan mengikuti proses penegakan hukum oleh KPK.
Benni mengungkapkan, Kemendagri selalu meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan di daerah. Dalam pembinaan, diawali dengan perencanaan pembangunan melalui rapat koordinasi, bimbingan teknis, dan musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
Provinsi Riau memiliki rentetan panjang praktik korupsi kepala daerah. Berdasarkan catatan ICW, sejak tahun 2007 hingga 2023, setidaknya 10 kepala daerah Riau terjaring KPK karena melakukan praktik korupsi.
Di dalam Musrenbang, Kemendagri juga menyampaikan evaluasi terkait capaian indikator pembangunan, seperti penyerapan anggaran, realisasi belanja dan pendapatan, capaian kinerja, dan indeks pembangunan manusia.
Perencanaan itu yang dianggarkan pembiayaannya. Rancangan anggaran pendapatan dan belanja yang dibuat pun dievaluasi. Tujuannya untuk memastikan keselarasan antara perencanaan yang dibuat dan penganggaran yang ada.
”Tidak boleh nanti ada perencanaan-perencanaan yang lain di tengah jalan, kecuali dalam keadaan yang sangat khusus. Kemudian kita ingin memastikan setiap kegiatan yang direncanakan itu dibiayai dengan mata anggaran yang tepat,” kata Benni.
Dalam evaluasi penganggaran, kata Benni, diawasi oleh APIP di masing-masing kabupaten/kota. Selain APIP, juga dibina dan diawasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Saat ini, juga sudah ada Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) yang menjadi alat bantu untuk memastikan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran. Melalui SIPD, akan ketahuan pemda yang melakukan kegiatan yang tidak direncanakan. Aplikasi ini didukung oleh KPK.
Pada ujung evaluasi capaian kegiatan dan tata kelola, dilakukan audit oleh BPK. Mereka akan melihat perencanaan, penganggaran, konsistensi perencanaan dan penganggaran, serta konsistensi pengadaan dan pelaksanaan. Benni mengatakan, hasil audit ini menjadi bagian dari pembinaan Kemendagri kepada jajaran pemda.
Suap BPK
Selain diduga memotong anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara, Adil juga diduga memberikan uang sebesar Rp 1,1 miliar kepada Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau. Pemberian tersebut dilakukan agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti di tahun 2022 mendapatkan predikat baik untuk memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Terkait dengan suap terhadap pemeriksa BPK, Badiul mengatakan, kasus ini menjadi peringatan bagi BPK setelah sebelumnya auditornya diduga terlibat dalam kasus di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta bekas Bupati Bogor Ade Yasin. Dari beberapa kasus tersebut, menurut Badiul, auditor BPK tidak takut melakukan korupsi.
Menurut Badiul, ada persoalan serius di BPK, terutama terkait integritas auditornya. Pimpinan BPK perlu membenahi di internalnya dengan memberi sanksi tegas kepada pemeriksa/auditor yang berpotensi bermain mata dalam memeriksa.
”Kalau pimpinan BPK membiarkan, ini akan berdampak buruk terhadap kepercayaan publik kepada BPK dan tentu berdampak kepada pegawainya yang baik,” kata Badiul.
Terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi yang melibatkan auditor BPK, Kompas sudah menanyakannya kepada anggota BPK, Achsanul Qosasi, tetapi belum direspons.