Polusi Udara Picu Lonjakan Kasus ISPA
Upaya pemerintah dalam menangani isu polusi udara di sektor industri didorong lebih transparan dan tegas. Pengawasan terhadap sektor industri perlu diperkuat dengan menambah petugas pengawas.
JAKARTA, KOMPAS-Polusi udara turut memicu lonjakan kasus infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Persoalan polusi udara kembali dibahas dalam rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Senin (28/8/2023).
Berdasarkan data surveilans kasus ISPA di Jabodetabek yang dirilis Kementerian Kesehatan, hingga pertengahan 2023 jumlahnya rata-rata melebihi 100.000 kasus per bulan. Pada Agustus 2023, terdata melonjak dua kali lipat menjadi 200.000 kasus.
”Memang di Jabodetabek terjadi peningkatan untuk masalah bahan-bahan terkait polusi udara,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers ”Penanganan Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan Masyarakat” di Jakarta, Senin (28/8/2023).
Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Dampak Polusi Udara (PPRDPU) Agus Dwi Susanto menyebutkan, lima penyakit respirasi yang paling sering terjadi adalah tuberkulosis, penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru-paru, pneumonia, dan asma.
Beban pembiayaan kelima penyakit ini pada 2022 hampir mencapai Rp 10 triliun. Selain itu, polusi merupakan faktor risiko kematian kelima tertinggi di Indonesia setelah tekanan darah tinggi, gula darah, merokok, dan obesitas.
Terkait kondisi itu, Komite PPRDPU menjalankan upaya mitigasi dengan menyiapkan sistem peringatan dini terkait hasil pemantauan kualitas udara secara berkala. Sistem ini menurut rencana terintegrasi dengan platform Satu Sehat.
”Peringatan akan diberikan kepada masyarakat ketika kualitas udara jelek. Nanti akan keluar notifikasi dan apa saja yang harus dilakukan. Kami sedang menyiapkan konsepnya,” kata Agus.
Dalam pembahasan rapat kabinet terbatas, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyatakan, 11 industri yang menjadi sumber polusi dijatuhi sanksi administratif. Industri yang dikenai sanksi tersebut bergerak di industri stockpile batubara, peleburan logam, pabrik kertas, dan arang.
Selain itu, timnya mengidentifikasi sebanyak 351 industri yang menjadi sumber pencemaran, termasuk pembangkit listrik tenaga uap dan tenaga diesel. Langkah penegakan hukum terus dilakukan hingga empat-lima pekan ke depan.
Rapat terbatas juga membahas modifikasi cuaca atau upaya hujan buatan untuk menekan polusi udara. Dari pemantauan, hujan di sekitar Bogor pada Senin berdampak pada penurunan indeks standar pencemaran udara (ISPU) untuk PM 2,5 dari 97 menjadi 29.
Baca juga: Warga Marunda Kembali Rasakan Dampak Debu Batubara, Pengawasan Dinilai Lemah
Modifikasi cuaca juga dilakukan dalam skala mikro dengan mengembuskan uap air dari gedung-gedung tinggi. Embusan uap air ini bisa memengaruhi partikel-partikel penyebab polusi udara.
Adapun guna mengantisipasi meningkatnya penyakit gangguan pernapasan tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan akan terus mengedukasi publik terkait bahaya polusi udara bagi kesehatan. Masyarakat disarankan menggunakan masker sebagai upaya preventif. Masker yang disarankan memiliki spesifikasi KF94 atau KN95.
Upaya DKI Jakarta
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta kepala daerah Bodetabek turut bersama-sama mengatasi polusi udara di Jabodetabek. Dampak polusi udara tidak bisa dituntaskan sendiri oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan, kendaraan yang masuk dari Bodetabek ke Jakarta itu sekitar 997.000 per hari. Itu menjadi perhatian kita bersama. (Heru Budi Hartono)
Heru menyampaikan, mayoritas kendaraan bermotor yang berlalu lalang di Jakarta berasal dari masyarakat Bodetabek yang bekerja di Jakarta. Adapun kendaraan bermotor dinyatakan sebagai penyumbang emisi tertinggi di Jakarta.
”Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan, kendaraan yang masuk dari Bodetabek ke Jakarta itu sekitar 997.000 per hari. Itu menjadi perhatian kita bersama,” ujar Heru.
Baca juga: Tekan Polusi, Tilang Uji Emisi Perlu Konsisten dan Diawasi Berkelanjutan
Sejumlah upaya juga dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi polusi udara, di antaranya melakukan penegakan hukum melalui razia emisi yang harus memenuhi baku mutu pada emisi bergerak, yakni kendaraan bermotor. Selain itu, penertiban terhadap industri yang tidak merawat dan mengelola cerobong untuk emisi tidak bergerak.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kemarin merilis pandangan dan usulan solusi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk polusi di Jakarta. Pengajuan usulan solusi polusi ini bertujuan turut memperhatikan kesehatan masyarakat, memenuhi kebutuhan konsumen, dan mencegah kerugian ekonomi.
Solusi jangka pendek Apindo adalah fokus atas penegakan regulasi pengendalian polusi yang sudah ada. Hal ini, misalnya, kebijakan uji emisi, larangan pembakaran sampah, dan kebijakan insentif penggunaan kendaraan umum ramah lingkungan kendaraan listrik.
Sehubungan dengan solusi jangka menengah, Apindo berpandangan pemerintah perlu melakukan program-program yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat luas. Hal ini seperti peningkatan pengadaan moda transportasi umum yang ramah lingkungan, kendaraan listrik, serta pendidikan kepada masyarakat tentang perilaku ramah lingkungan.
Adapun solusi jangka panjang, antara lain, transisi energi berkeadilan dengan memperhatikan pihak-pihak yang terdampak oleh proses transisi tersebut. Bentuk dukungan pemerintah dalam skala nasional adalah pembiayaan, mobilisasi investasi, dan insentif fiskal.
”Apindo mengapresiasi langkah penanganan pemerintah yang berupaya memitigasi keadaan ini dengan mengutamakan kesehatan masyarakat. Apindo akan mengajukan usulan lain terkait faktor polutan berikut solusi untuk kepentingan bersama dan selalu mengedepankan kolaborasi,” kata Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani.
Baca juga: Bagiamana Polutan dapat Berada di Udara?
Secara terpisah, Ketua Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Muhammad Aminullah menilai, upaya pemerintah dalam menangani isu polusi udara di sektor industri belum secara transparan dan tegas.
”Di DKI Jakarta setidaknya terdapat sekitar 1.600 industri manufaktur, belum termasuk sektor usaha lain. Namun, kami belum melihat ada tindakan tegas. Pengawasan juga masih cukup lemah,” katanya.
Pada tahun 2018-2021, Walhi DKI mencatat, terdapat sekitar 5.000 penerbitan dokumen izin usaha baru di Jakarta. Sementara rata-rata tahunan, pengawasan hanya bisa menjangkau sekitar 848 industri.
Pada 2021, dari ribuan usaha dengan izin lingkungan, hanya sekitar 700 industri yang dapat diawasi. Hasilnya, 400 industri tidak taat aturan.
Menurut Aminullah, terdapat ketimpangan antara jumlah industri dan tim petugas pengawasan. Untuk itu, pemerintah perlu mengerahkan lebih banyak sumber daya manusia untuk mengawasi industri. Jumlahnya harus sebanding dengan jumlah industri.
Simak juga: Penyemprotan Air di Jalan untuk Kurangi Polusi Udara Seberapa Efektif?