Polda Metro Jaya Ikut Serta dalam Penyidikan Penganiayaan David
Adanya korban dan saksi di bawah umur membuat penyidik dan pihak terkait harus patuh pada sistem peradilan anak dan UU Perlindungan Anak.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya menerjunkan tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum untuk melakukan gelar perkara kasus penganiayaan berat terhadap anak bernama Cristalino David Ozora. Penyidikan kasus kekerasan pada anak yang menjadi perhatian publik tersebut perlu berkolaborasi dengan lembaga terkait sehingga membutuhkan waktu.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko, di Jakarta, mengatakan, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran menaruh perhatian pada kasus yang terjadi pada Senin (20/2/2023) lalu di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Polisi nomor satu di Jakarta dan sekitarnya itu akan memantau gelar perkara kasus yang ditangani Polres Metro Jakarta Selatan.
”Kapolda memberikan asistensi gelar perkara, dihadiri beliau. Lalu, yang memimpin Direktorat Reserse Kriminal Umum dan Subdit (Subdirektorat) Renakta (Remaja, Anak-anak, dan Wanita) juga, penyidik dari Polres Metro Jakarta Selatan,” kata Trunoyudo, Senin (27/2/2023).
Terhadap anak, ada hak-hak anak yang harus penyidik lewati dan membutuhkan waktu. Dimohon menunggu hasilnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, polisi sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Mario Dandy Satrio (20) dan Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan (19). Mario terbukti melakukan penganiayaan berat hingga terjerat Pasal 76 c juncto Pasal 80 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Lalu, Shane yang disebut mengompori Mario untuk menganiaya David dan ikut pada hari kejadian dikenakan Pasal Perlindungan Anak. Belum lama ini, Polres Metro Jakarta Selatan juga menyebutkan adanya saksi baru, yakni perempuan berinisial APA, yang mengabarkan perbuatan tidak baik David kepada A (15) kepada Mario.
Adanya korban dan saksi di bawah umur, lanjut Trunoyudo, membuat penyidik harus patuh terhadap sistem peradilan anak dan UU Perlindungan Anak. Dalam hal ini, polisi tidak bisa bekerja sendiri, melainkan perlu kolaborasi dengan instansi terkait, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial Jakarta Selatan, dan Asosiasi Psikologi Forensik untuk pemenuhan hak kepada anak.
Kolaborasi ini, menurutnya, penting untuk menilai secara bijak situasi anak yang berhadapan dengan hukum. Pasalnya, anak bisa berkasus karena beberapa faktor, yakni dalam tekanan, terlibat relasi kuasa, dan tekanan sosial lainnya.
”Terhadap anak, ada hak-hak anak yang harus penyidik lewati dan membutuhkan waktu. Dimohon menunggu hasilnya,” katanya.
Ketua Gerakan Pemuda Ansor DKI Ainul Yakin, pada kesempatan sama, mengatakan, pihaknya meminta keadilan hukum dari pihak kepolisian. Polisi juga diminta secara cepat dan jelas mengungkap pihak-pihak lain yang kemungkinan terlibat.
”Kita minta keadilan untuk semua yang terlibat. Ini, kan, ada nama baru yang disampaikan pihak polisi, berinisial APA. Kami kira ini jangan hanya menjadi asumsi atau sekadar rilis. Harus panggil orangnya, mana orangnya? Konkretnya?” ujar Ainul.