Kuasa hukum David mengumpulkan bukti-bukti terkait pelanggaran aturan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam kasus penganiayaan berat terencana.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kuasa hukum anak korban penganiayaan berat, Cristalino David Ozora, mengharapkan polisi mendalami keterlibatan pembuat video rekaman penganiayaan. Mereka akan tetap fokus pada kasus penganiayaan daripada motif perbuatan pidana tersebut.
Melissa Anggraini, kuasa hukum David (17) sekaligus angota Tim Lembaga Bantuan Hukum Ansor, mengatakan, mereka sudah mengumpulkan bukti-bukti terkait pelanggaran aturan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain mengenai perekaman, aturan itu juga akan dipakai untuk menuntut tanggung jawab pengunggah video di media sosial.
”Kita masih proses karena masih fokus pada kesehatan David, tetapi kita sudah kumpulkan bukti-bukti itu. Nanti kita serahkan ke Polda Metro Jaya termasuk dengan HP David yang sudah dibuka sama keluarga. Terkait ITE ini masih kita pertimbangkan kapan mau disampaikan, karena kan itu bisa dari Polda juga yang langsung memproses,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Sampai saat ini, polisi sudah menetapkan status hukum terhadap tiga orang. Mereka adalah Mario Dandy Satrio (20), Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan (19), dan A (15). A yang masih di bawah umur berstatus anak berkonflik dengan hukum dan tidak dikenai hukuman tahanan.
Mario dan Shane kini ditahan di Polda Metro Jaya. Terakhir, polisi menerapkan pasal penganiayaan berat terencana kepada keduanya dan tambahan pelanggaran pasal perlindungan anak kepada Mario.
Sementara itu, kuasa hukum akan tetap fokus mengawal penanganan unsur-unsur yang muncul saat dan setelah terjadinya penganiayaan. Mereka akan mengabaikan motif penganiayaan, seperti informasi perbuatan tidak baik David ke mantan pacarnya AG (15). Informasi itu disampaikan teman perempuan Mario berinisial APA.
”Dalam delik pasal penganiayaan itu tidak mengandung unsur motif yang harus dibuktikan. Yang kita lihat adalah ada kejadian peristiwa penganiayaan yang membuat David sampai hari ini tidak sadarkan diri,” kata Melissa.
Namun, jika ada pihak lain merasa tercederai oleh perbuatan David, pihaknya tetap terbuka jika mereka ingin melaporkannya ke polisi.
”Itu silakan saja dilaporkan ke kepolisian untuk didalami. Ini adalah hal yang berbeda. Kita tidak terlalu pusing ke situ, sih, sejauh ini karena kita tidak bisa konfirmasi ke David yang sampai sekarang masih belum sadar diri sepenuhnya,” ujarnya.
Kondisi David yang saat ini masih dirawat inap di RS Mayapada, Jakarta Selatan, kata Melissa yang mengutip keterangan tim medis, sudah membaik.
David sudah lebih sering membuka mata, bengkak di wajah dan kepala sudah mengecil, dan infeksi di badannya sudah sembuh. Kabar baik itu juga disampaikan ayah David, Jonathan Latumahina, melalui video di akun Twitter pribadinya, @seeksixsuck.
”Saat ini, David memasuki fase pemulihan emosional. Kesadarannya lambat laun meningkat, lebih sering membuka mata, tetapi belum aware dengan siapa dia kontak,” Jonathan, hari ini.
Perlindungan LPSK
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Senin (6/3/2023), memutuskan memberikan perlindungan terhadap David. Hal ini diputuskan dalam Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL).
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengungkapkan, jenis perlindungan yang diberikan kepada David berupa pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, dan rehabilitasi psikologis. ”Hanya untuk rehabilitasi psikologis baru akan diberikan menunggu kondisi Ananda D membaik,” kata Hasto.
Permohonan perlindungan David, kata Harto, diterima karena dinilai telah memenuhi syarat perlindungan, baik formil maupun materiil. Selain itu, kasus penganiayaan berat yang diderita korban juga termasuk dalam tindak pidana prioritas LPSK.
”Saat ini, LPSK juga telah menelaah permohonan perlindungan dari tiga saksi. Dari ketiga orang itu, termasuk A, teman perempuan tersangka Mario, yang sudah ditetapkan pihak kepolisian sebagai anak yang berkonflik dengan hukum,” ujarnya.