Trauma Gempa, Warga Cianjur Takut Dirawat di Gedung Rumah Sakit
Gempa bermagnitudo 5,6 di Cianjur masih meninggalkan trauma bagi warga. Mereka sampai menghindari dirawat di dalam gedung rumah sakit karena masih banyaknya gempa susulan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Tampak depan RSUD Sayang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
CIANJUR, KOMPAS — Warga Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, masih mengalami trauma akibat dampak gempa yang merusak, bahkan merobohkan tempat tinggal mereka. Meski dalam kondisi sakit, mereka menolak dirawat di bangunan rumah sakit dan memilih ditangani di tenda darurat.
Situasi ini terlihat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sayang, di pusat kabupaten Cianjur. Belasan tenda didirikan untuk tempat pemeriksaan hingga rawat inap pasien yang menjadi korban gempa bermagnitudo 5,6 pada Senin (21/11/2022).
Sabtu (26/11/2022) sore beberapa sukarelawan terlihat masih mendirikan tenda baru di halaman rumah sakit. Tenda bantuan yang sudah berdiri terlihat kokoh dengan rangka besi membentuk atap lengkung atau sudut yang ditutupi terpal tebal.
Tenda kecil menjadi ruang pemeriksaan dan penanganan. Adapun tiga tenda yang lebih besar digunakan untuk perawatan. Di sana tersusun puluhan ranjang rumah sakit dengan meja layan di tiap-tiap tenda. Tenda perawatan pasien dewasa dan anak dibedakan.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Tenda darurat untuk perawatan anak di halaman RSUD Sayang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (26/11/2022).
Sekitar 30 pasien yang didampingi keluarga mereka kini mengisi tenda-tenda besar itu, tetapi belum sampai memenuhi kapasitas tempat tidur yang disediakan. Di antara mereka ada keluarga Irpan Juhari (32) dari Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang. Ia menemani bayi perempuannya yang baru sembilan bulan dan ayahnya.
”Anak saya kena debu reruntuhan. Rabu sesak napas, tapi baru kejang sore kemarin. Bapak kena benturan puing-puing di dada. Dirawat baru tadi karena kemarin enggak mau,” kata Irpan.
Kita siap, ruangan bisa digunakan, cuma banyak penolakan dari pasien. ( Neneng Efa Fatimah)
Kondisi yang menimpa dua anggota keluarga mereka, kata Irpan, disebabkan robohnya rumah mereka saat gempa besar pertama terjadi. Kejadian itu menewaskan bibi Irpan karena tertimpa reruntuhan rumah. Keluarganya pun trauma dengan bangunan bertembok, termasuk ayahnya yang rela menahan sakit daripada pergi ke rumah sakit.
”Bapak takut (ke RS). Saya sudah jelasin enggak dirawat di dalam, dirawat di tenda,” ucapnya.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan harian itu juga masih trauma apabila berada di bangunan bertembok. Apalagi, gempa susulan masih sering muncul sampai hari ini. ”Saya juga masih trauma, sih, takut ada susulan lagi,” katanya.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Beberapa sukarelawan mendirikan rangka tenda darurat di halaman RSUD Sayang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (26/11/2022).
Sejauh ini ia belum tersentuh bantuan pemulihan trauma dari tenaga ahli terkait. Meskipun demikian, ia melihat banyak sukarelawan psikolog yang sudah membantu anak-anak mengatasi trauma bencana, termasuk di pengungsian tempat ia dan keluarganya tinggal saat ini.
Wakil Direktur Umum RSUD Sayang Neneng Efa Fatimah mengatakan, ruang perawatan di rumah sakit mereka sebenarnya sudah dipastikan aman untuk beroperasi kembali. ”Kita siap, ruangan bisa digunakan, cuma banyak penolakan dari pasien. Makanya, kita diberi tanda yang sudah tertutup dan disediakan selimut,” katanya.
Selain dari pasien, ia juga mengakui tenaga medis juga ikut trauma dengan gempa besar waktu itu. Namun, ia memastikan pasien tetap bisa dilayani di rumah sakit itu, kecuali penanganan dengan trauma berat yang membutuhkan ruang perawatan steril. Untuk kasus berat, pasien akan dirujuk ke rumah sakit di Bandung atau Sukabumi.
”Kalau operasi ringan dan sedang aja bisa di tenda, misal patah tulang yang tidak terbuka. Kalau deep operation, harus dirujuk untuk hindari infeksi,” ujarnya.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Wakil Direktur Umum RSUD Sayang Neneng Efa Fatimah
Sampai saat ini RSUD Sayang telah melayani 864 korban gempa. Sebanyak 317 korban di antaranya mengalami trauma berat, lalu sebanyak 547 pasien menderita trauma ringan hingga sedang.
Penanganan pasien tidak hanya dilakukan tenaga medis di rumah sakit itu, tetapi juga sudah mendapat bantuan tenaga sukarelawan. Tenaga sukarelawan yang difokuskan untuk bekerja di rumah sakit itu antara lain dokter spesialis bedah dan psikolog.
Sarana prasarana sampai saat ini juga sudah cukup memadai, termasuk air bersih yang sempat sulit didapatkan karena saluran air pecah akibat gempa.
”Awal-awal pasokan air lumpuh karena ada kebocoran saluran air. Sekarang 80 persen pasokan sudah kembali, terbantu PDAM yang mengantarkan air dengan tangki ke RSUD Sayang,” ungkap Neneng.