Pakai Tembakau Sintetis, Bobby Joseph Kembali Ditangkap Polisi
Penggunaan narkoba jenis baru yang diperdagangkan lewat media sosial ini membuatnya kembali dipolisikan setelah dua tahun lalu pernah dipidana karena kasus sama.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Petugas Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan menangkap figur publik, Bobby Joseph, karena memiliki dan menggunakan tembakau sintetis di rumahnya di Cinere, Depok, Jawa Barat. Penggunaan narkoba jenis baru ini membuatnya kembali dipolisikan setelah dua tahun lalu pernah dipidana karena kasus sama.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Achmad Ardhy dalam konferensi pers kepada wartawan di Jakarta, Selasa (25/7/2023), mengatakan, penangkapan dilakukan pada Jumat (21/7/2023). Polisi menemukan barang bukti berupa satu bungkus plastik klip bening berisi narkotika jenis tembakau sintetis dengan berat kotor 0,46 gram.
”Tembakau sintetis ini ditemukan di bawah kasur tersangka dan tersangka mengakui sendiri bahwa barang tersebut adalah milik tersangka. Barang tersebut didapatkan dari salah satu akun Instagram di media sosial,” ungkapnya.
Barang bukti tersebut merupakan sisa dari pembelian terakhir sebesar 5 gram. Bobby mengaku sudah membeli tembakau sintetis itu sebanyak 10 kali sejak 2020. Ia membeli dengan cara memesan melalui kontak di media sosial itu lalu, oleh perantara, barang tersebut akan diletakkan di suatu tempat untuk menghindari kontak langsung.
”Sampai saat ini kami masih mengejar pengelola akun Instagram tersebut. Untuk keperluan penyidikan, kami tidak dapat mengumumkan akun Instagram tersebut,” kata Achmad.
Setelah diamankan, Bobby menjalani pemeriksaan urine dan hasilnya negatif. Namun, polisi tidak berhenti di sana karena tes itu kemungkinan tidak terbaca dan perlu didalami lebih lagi di laboratorium.
Sementara itu, polisi menetapkan Bobby sebagai tersangka dengan Pasal 112 Ayat (1) subsider Pasal 127 Ayat (1) huruf a Udang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman penjara lebih dari 5 tahun.
Pada kesempatan itu, Bobby pun bersuara. Ia meminta maaf kepada keluarga dan publik pada umumnya. ”Jangan pernah menyentuhnya (narkoba) karena sangat, bisa dibilang, sangat sulit untuk keluar dari sini. Saya mau minta maaf dan saya berjanji untuk tidak mengulangi lagi,” ucapnya.
Sebelumnya, pria berusia 31 tahun itu juga pernah menjalani hukuman penjara 1 bulan dan 12 bulan rehabilitasi dengan biaya sendiri. Hukuman itu diberikan setelah sempat ditetapkan tersangka oleh Polres Tangerang Selatan pada Desember 2021. Bobby kedapatan menyimpan sabu seberat 0,49 gram di dalam bungkus rokok.
Analis kejahatan narkotika, Fathurrohman, menjelaskan, tembakau sintetis adalah tembakau yang disemprot sintetik kanabinoid (senyawa kimia ganja) yang telah dilarutkan dengan zat kimia. ”Sintetik kanabinoid ini ada beberapa varian yang didasarkan atas ikatan kimianya. Masing-masing jenis dimungkinkan punya efek yang berbeda,” tuturnya saat dihubungi hari ini.
Mengutip situs Badan Narkotika Nasional, efek yang dimaksud serupa efek penggunaan ganja atau lebih kuat. Pengguna bisa mengalami perubahan kesadaran dan merasa terlepas dari kenyataan atau ”nge-fly”.
Ada juga yang mengalami gejala psikosis atau gangguan mental, seperti delusi dan imajinasi. Efek kesehatan lainnya adalah detak jantung meningkat, mual dan muntah hebat, cemas, berhalusinasi, bingung, berperilaku kasar atau kekerasan, dan berpikir untuk bunuh diri. Tembakau sintetis tergolong narkotika jenis baru atau new psychoactive substance (NPS). Narkotika yang termasuk jenis ini kerap disebut sesuai merek dagangnya, seperti tembakau gorila dan hanoman. Tembakau sintetis juga kerap disingkat sinte.
Penggunaan NPS mengalami tren peningkatan di Indonesia. Kasus tembakau sintetis ini meningkat dari 203 kasus pada 2017 menjadi 297 kasus pada 2020, demikian juga jumlah tersangka yang terus bertambah dari 258 tersangka menjadi 398 tersangka pada perbandingan periode yang sama. Peningkatan tren ini juga sejalan dengan peningkatan kasus peredaran ganja sintetis.
Media sosial
Peredaran narkotika berupa tembakau sintetis cukup marak melalui media sosial, seperti Instagram, menurut Fathurrohman dalam penelitiannya yang dipublikasikan Puslitdatin BNN pada 2022. Media sosial menempatkan penegak hukum pada tantangan yang berbeda.
”Media sosial yang saat ini digunakan kelompok usia muda adalah Instagram. Persoalan kemudian muncul ketika media sosial Instagram digunakan sebagai alat penjualan narkotika. Di Indonesia, penjualan narkotika jenis ganja sintetis mengalami peningkatan,” ujarnya.
Alasan pengedar menggunakan media sosial untuk menjual barang haram mereka, kata Fathurrohman, adalah karena adanya keterhubungan antarakun dalam media sosial yang bersifat sangat cair, fleksibel, dan dinamis. Ukuran besar dan kecilnya sebuah akun dalam media sosial berbasis jumlah pengikut dan siapa yang diikuti. Akun dengan pengikut besar menempatkan akun tersebut sebagai akun yang dipercaya.
”Tantangan bagi penegak hukum bukan hanya menutup akun-akun tersebut, melainkan juga harus menemukan siapa pemilik akun tersebut. Dalam konteks war on drugs, perusakan jaringan akan berhasil jika akun-akun tersebut tidak tumbuh kembali. Cara agar akun-akun tersebut tidak tumbuh kembali adalah dengan mengamankan pemilik akun tersebut,” paparnya.