Piala Dunia U-17 punya arti sangat besar dalam perjuangan Phil Foden merebut tempat utama di Manchester City. Membawa Inggris menjuarai turnamen tersebut memberinya energi ekstra dalam melejitkan kariernya di masa depan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Piala Dunia U-17 2017 sudah berlalu selama enam tahun, tetapi Phil Foden enggan beranjak pergi dari kenangan pada malam final turnamen tersebut. Setiap kali merasa bosan, bintang muda Manchester City itu akan memutar kembali rekaman pertandingan final, yaitu ketika dirinya tampil heroik dan menginspirasi kemenangan telak Inggris, 5-2, atas Spanyol.
Wajar apabila Foden begitu sulit melupakan Piala Dunia U-17. Sebagai negara yang diklaim sebagai asal-muasal sepak bola, masyarakat Inggris begitu haus membawa pulang kembali gelar Piala Dunia ke pangkuan mereka. Timnas senior Inggris belum mampu menjawab ekspektasi besar tersebut. Terakhir kali mereka menjuarai Piala Dunia pada 1966. Namun, tim sepak bola U-17 Inggris pernah mewujudkan harapan untuk menjuarai Piala Dunia. Saat itu, Foden menjadi bintang utamanya.
Laju tim muda Inggris ke fase gugur Piala Dunia U-17 2017 berlangsung mulus. Tim ”Singa Muda” menjadi pemuncak grup. Namun, di babak 16 besar, laju mereka sedikit tertahan kegigihan Jepang walau pada akhirnya bisa tetap melaju hingga final. Di partai puncak, Inggris sempat tertinggal 0-2 dari Spanyol, tetapi kemudian mampu membalikkan keunggulan menjadi 5-2. Foden tampil cemerlang dengan mencetak gol ketiga dan kelima bagi Inggris.
Namanya kemudian dipanggil sebagai penerima penghargaan Bola Emas alias pemain terbaik di turnamen tersebut. Gelar individu Foden itu melengkapi capaian Inggris yang untuk pertama kalinya menjuarai turnamen terbesar di dunia bagi pesepak bola U-17.
”Itu adalah masa yang melekat dalam pikiran saya. Saya menyukai keseluruhan perasaan di kompetisi ini. Saya memikirkan betapa istimewanya tim ini, ikatan yang kami ciptakan, dan kebersamaan yang kami miliki. Ketika Anda menjadi bagian dari tim seperti itu, Anda merasa dicintai. Memenangi turnamen itu adalah salah satu hal penting dalam karier saya,” tutur Foden dilansir dari laman FIFA.
Secara total, Foden mencetak tiga gol dan satu asis dari tujuh laga Piala Dunia U-17. Selain Bola Emas, Inggris juga mendapatkan penghargaan Sepatu Emas yang diraih Rhian Brewster setelah menjadi pencetak gol terbanyak dengan torehan delapan gol.
Di tengah euforia publik Inggris atas keberhasilan tim U-17 mereka menjuarai Piala Dunia, tebersit pertanyaan apakah para pemain muda tersebut bisa tetap bersinar. Sudah kerap terjadi di mana pesepak bola muda mampu tampil bagus saat bermain di kejuaraan kelompok usia. Setelah itu, mereka tenggelam di level profesional.
Itu (final Piala Dunia U-17) kesempatan sangat besar, bukan hanya bagi saya, melainkan juga bagi seluruh tim. Kami masih sangat muda dan belum bermain di depan begitu banyak penggemar.
Foden membuktikan dirinya memang layak mendapatkan kepercayaan menembus tim utama Manchester City. Setelah membawa Inggris juara, Foden tidak larut dalam sindrom bintang. Ia tetap tampil membumi dan menyadari bahwa kemenangan di Piala Dunia U-17 hanyalah titik awal dari perjalanan kariernya yang panjang.
”Mereka perlu tahu bahwa mereka belum berhasil. Lakukan apa yang harus Anda lakukan, tetapi pekerjaan sebenarnya dimulai di sini,” kata mantan gelandang timnas Inggris, Frank Lampard.
Pengalaman penting
Pernah mendapat kesempatan mencicipi turnamen sebesar Piala Dunia U-17 memberi Foden modal berharga untuk menapaki karier dan bersaing dengan pemain-pemain senior di Manchester City. Pemain jebolan Reddish Vulcans, klub lokal di Manchester Raya, itu mengakui Piala Dunia U-17 memberinya kesempatan untuk mengasah mental dan rasa percaya diri.
Malam final Piala Dunia U-17 sangat berkesan bagi Foden. Menurut dia, itu adalah kali pertama bagi dirinya bermain di hadapan penonton yang sedemikian banyak. Stadion Kolkata di bagian timur India saat itu dipenuhi sekitar 60.000 penonton. Atmosfer yang terasa di dalam stadion saat pertandingan sangat fantastis bagi pemain-pemain belia tersebut.
”Itu (final Piala Dunia U-17) kesempatan sangat besar, bukan hanya bagi saya, melainkan juga bagi seluruh tim. Kami masih sangat muda dan belum bermain di depan begitu banyak penggemar dan merasakan tekanan dalam pertandingan besar melawan tim-tim terbaik di dunia,” katanya.
Bagi Foden, pengalaman itu membantunya berkembang di City. Seusai memenangi Piala Dunia U-17, Foden kembali ke City dan mendapat kepercayaan tampil dalam lima laga Liga Inggris musim 2017-2018 oleh manajer Pep Guardiola.
Kesempatan tampil lima kali itu sudah sangat cukup bagi Foden untuk berkontribusi kepada tim dalam menjuarai Liga Inggris. Gelar juara Liga Inggris musim 2017-2018 itu menjadi yang pertama bagi Foden. Pada musim berikutnya, Foden mulai bermain reguler di bawah asuhan Guardiola dan menjelma sosok kunci bagi ”The Citizens”.
Enam tahun setelah malam manis Piala Dunia U-17, Foden kerap tampil cemerlang dalam laga-laga bertensi tinggi, baik saat bersama City maupun timnas Inggris. ”Turnamen itu (Piala Dunia U-17), bagi saya pribadi, jelas membantu saya untuk terus bermain untuk City. Saat (Stadion) Etihad penuh, saya bisa tampil tanpa merasakan tekanan dan menjadi diri saya sendiri,” kata Foden.
Foden adalah contoh baik di mana seorang pemain muda hendaknya jangan cepat merasa puas setelah memenangi gelar bergengsi. Sebaliknya, Foden menjadikan gelar juara Piala Dunia U-17 sebagai energi untuk menggapai dan merawat kariernya tetap cemerlang di masa depan.