Alih Fungsi Lahan SDN di Depok Belum Tercakup dalam Aturan Tata Ruang
Kota Depok belum memiliki aturan rencana detail tata ruang atau RDTR terbaru yang dapat menjadi payung hukum alih fungsi lahan SDN Pondok Cina 1 menjadi tempat ibadah.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alih fungsi lahan Sekolah Dasar Negeri Pondok Cina 1, Kecamatan Beji, Kota Depok, Depok, Jawa Barat, dianggap belum sesuai prosedur. Hal itu karena regulasi terkait penggunaan lahan, yang termasuk kawasan Margonda itu, belum rampung dibuat, sementara wacana pengalihfungsian lahan sudah digulirkan sejak tahun 2021.
Mengacu pada Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok Tahun 2022-2042, wilayah Margonda sebagai kawasan strategis kota merupakan kawasan pusat perdagangan dan jasa skala pelayanan kota. Berdasarkan rencana struktur ruang Kota Depok, kawasan Margonda merupakan salah satu pusat pelayanan skala kota yang harus didukung dengan sarana dan prasarana kota.
Pengajar Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Rudy P Tambunan, mengatakan, persoalan penggunaan lahan bangunan SDN Pondok Cina 1 harus dilihat dari RTRW Kota Depok. Berdasarkan ketentuan dalam RTRW, lanjut Rudy, peruntukan lahan SDN Pondok Cina 1 sebagai bagian kawasan Margonda, untuk tempat ibadah ataupun fasilitas pendidikan, tidak jadi soal karena sama-sama sebagai tempat pelayanan publik.
”Masjid dan fasilitas pendidikan itu masih sama-sama tempat pelayanan umum. Maka, perlu dilihat lagi peraturan zonasi (PZ) rencana detail tata ruang (RDTR), khususnya di wilayah Margonda,” ujar Rudy, Selasa (13/12/2022).
Terkait fungsi pelayanan skala kota, tambah Rudy, program-program perwujudan ruang di kawasan tersebut harus tersusun dalam tingkat operasional. Jika muatan RTRW Kota belum cukup untuk bahan pertimbangan, perlu disusun RDTR bagian wilayah kota kawasan Margonda.
Berdasarkan ketentuan pembuatan RDTR, kata Rudy, penyusunan RDTR diawali konsultasi dengan ahli kebijakan. Selanjutnya, data yang diperoleh akan diolah sehingga menghasilkan suatu rumusan yang kemudian akan dikonsultasikan kembali.
Hingga kini, belum ada RDTR terbaru yang berlaku di kawasan Margonda untuk memayungi rencana alih fungsi lahan SDN Pondok Cina 1. Dilansir dari laman resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional bertajuk Aplikasi Protaru, RDTR yang termuat adalah RDTR dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2018.
"Makanya tidak sinkron itu. Baru sekitar beberapa bulan lalu, kami (perwakilan dari Universitas Indonesia) diundang untuk diskusi penyusunan RDTR tentang wilayah Bojongsari dan Margonda. Artinya, kalau belum ada RDTR, pemerintah belum sesuai dengan ketentuan pengalihan fungsi lahan," ujar Rudy.
Rudy menyarankan kepada pemangku kepentingan supaya mempertimbangkan zonasi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan kebutuhan di masa depan dalam RDTR. Hal itu perlu dibahas dalam proses evaluasi rencana tata ruang kota lima tahunan.
Sebelumnya, kabar alih fungsi lahan tersebut menjadi masjid sudah dibicarakan sejak tahun 2021. Dari Kompas.id (8/12/2022), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, Pemkot Depok meminta bantuan pada Pemprov Jawa Barat agar dibuatkan masjid di Jalan Margonda Raya. Ridwan menyarankan kepada Pemkot Depok agar menggunakan aset daerahnya untuk dibangun masjid setelah mendengar laporan bahwa harga lahan kosong di kawasan Margonda telah mencapai Rp 30 juta per meter.
Selanjutnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil didampingi Wali Kota Depok Mohammad Idris meninjau lokasi yang akan dibangun masjid raya (14/2/2022). Mereka berencana membangun Masjid Raya di kawasan Margonda, tepatnya di atas lahan SDN Pondok Cina 1.
"Selama 22 tahun, Kota Depok enggak punya tempat ibadah umat Islam di sepanjang Jalan Margonda," kata Idris dalam keterangan resmi tersebut.
Dilansir dari laman Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada awal Maret 2022, Pemkot Depok menganggarkan proyek pembangunan masjid di Jalan Margonda Raya senilai Rp 240 juta di bawah satuan kerja Dinas Perumahan dan Permukiman. Pekerjaan tersebut berupa konsepsi perencanaan, pradesain, pengembangan rancangan, dan detail engineering desain (DED). Proyek pembangunan itu masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Depok 2022.
Mereka yang terkena dampak kebijakan adalah orang yang tidak berdaya, seperti anak-anak sekolah dan guru.
Lalu, pada Juni 2022, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok menerbitkan surat mengenai alih fungsi lahan SDN Pondok Cina 1 menjadi bangunan masjid. Selanjutnya, Disdik Depok menyosialisasikan perihal alih fungsi tersebut kepada Kepala Sekolah SDN Pondok Cina 1 sehingga pada awal November guru dan para murid diminta untuk pindah ke sekolah lain.
Kepala Dinas Pendidikan Depok Wijayanto mengatakan, pembangunan masjid akan dimulai pada tahun 2023. Selain itu, akan ada kompensasi berupa pembangunan SMP di wilayah tersebut karena jumlah SMP di daerah tersebut dianggap kurang (Kompas.id, 6/12/2022).
Berdasarkan data yang dihimpun dari laman Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, jumlah masjid di Kota Depok mencapai 709 masjid. Masing-masing terdiri dari 660 masjid jami, 1 masjid agung, 2 masjid besar, 46 masjid di tempat publik.
Jumlah SD di Kota Depok mencapai 421 sekolah yang terdiri atas 207 SD Negeri dan 214 SD Swasta. Adapun bangunan SMP berjumlah 258 sekolah yang terdiri dari 33 SMP Negeri dan 225 SMP Swasta.
Rudy menambahkan, respons dari Pemkot Depok akan menentukan penyelesaian polemik yang melanda SDN Pondok Cina 1 itu. Menurut Rudy, persoalan dasarnya adalah sekolah dipaksa tutup saat proses belajar masih berlangsung.
"Mereka yang terkena dampak kebijakan adalah orang yang tidak berdaya, seperti anak-anak sekolah dan guru," ujar Rudy.
Moratorium
Sekitar pukul 10.30 WIB, sejumlah anak-anak terlihat bermain di halaman depan sekolah seusai pembelajaran yang didampingi oleh para relawan. Sekitar 190-an murid beserta wali murid tetap bertahan di sekolah tersebut kendati tanpa pendampingan guru maupun kepala sekolah. Di sekitar gerbang depan sekolah, terpampang beberapa tulisan berbunyi seruan protes atas kebijakan Pemerintah Kota Depok.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, pihaknya akan berdialog dengan Wali Kota Depok beserta Ketua DPRD Depok untuk menetapkan moratorium. Moratorium dilakukan untuk menunda rencana alih fungsi lahan SDN Pondok Cina 1 agar proses pembelajaran kembali berlangsung seperti semula.
"Saya katakan moratorium agar guru-guru juga bisa hadir kembali sini sehingga anak-anak bisa belajar lagi. Kalau tempat ini mau dibangun menjadi rumah ibadah, itu silakan saja. Rumah ibadah juga penting, tetapi sekolah jangan diabaikan," kata Arist saat dihubungi secara terpisah.
Menurut Arist, sikap pemerintah dalam menangani persoalan ini justru berpotensi pada pelanggaran pidana. Dugaan pidana tersebut, lanjut Arist, tampak melalui relokasi yang tidak jelas dan penarikan guru-guru serta kepala sekolah sehingga membuat para siswa telantar.
Pelanggaran yang dimaksud oleh Arist tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Arist menambahkan, berdasarkan undang-undang tersebut pemerintah sama halnya menelantarkan anak-anak serta mengakibatkan mereka trauma.
"Hak asasi atas pendidikan merupakan hak fundamental yang diatur oleh konstitusi. Kalau dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, itu bisa dipidanakan. Maka, kami usulkan moratorium agar para siswa bisa kembali belajar normal dan di saat yang bersamaan, pemerintah mencari solusi atas polemik lahan tersebut," ujar Arist.
Arist menambahkan, predikat Kota Layak Anak yang disandang Kota Depok seharusnya dapat tercermin melalui kebijakan pemerintah dalam menangani kasus ini. Namun, menurut Arist, justru sebaliknya dan berbagai peristiwa kejahatan terhadap anak di Depok pun tidak kunjung usai.
"Ada pelangggaran begitu banyak di Kota Depok. Maka dengan rasa hormat saya, pemerintah harus mencabut predikat Kota Layak Anak Depok itu, karena tidak layak. Ketika itu terjadi pada anak itu sudah bisa termasuk kategori pelanggaran yang berat, apalagi ini sampai 300-an anak," katanya.