Serangan Jantung Akhiri Perjalanan Penebar Teror di Kantor MUI
Jasad Mustopa diotopsi di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Dokter forensik yang memeriksa sampel jantung dan paru-paru Mustopa menyimpulkan, pelaku teror di Kantor MUI itu meninggal karena terkena serangan jantung.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Sosok Mustopa NR, pria asal Lampung yang melakukan aksi penembakan di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, akhirnya terungkap. Pelaku dikenal telah mengaku sebagai wakil nabi di lingkungannya sejak 1997 itu bercita-cita mendapat pengakuan negara. Sayangnya, usaha itu berakhir karena penyakit jantung yang menghentikan perbuatan melawan hukumnya.
Penjelasan ini disampaikan dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (5/5/2023). Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Hariyadi mengatakan, sejumlah saksi mengungkap, Mustopa (60) mengaku dirinya sebagai wakil nabi sejak 26 tahun lalu.
Pengakuan pria asal Desa Sukajaya, Kecamatan Way Khilau, Kabupaten Pesawaran, Lampung, yang hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar itu berawal dari kepercayaannya bertemu dengan Nabi Muhammad dalam mimpi. Mimpi pertama terjadi tahun 1982 ketika ia sakit keras. Mimpi selanjutnya datang tahun 1992.
”Menurut keterangan istri dan warga sekitar, yang bersangkutan pernah mengumpulkan warga sekitar dan tokoh agama di rumahnya yang bersangkutan, di mana yang bersangkutan meminta pengakuan bahwa sebagai wakil nabi,” kata Hengki.
Pengakuan itu lantas tidak diakui oleh para tokoh tersebut. Mereka juga tidak menanggapinya kendati Mustopa tetap dikenal berperilaku normal seperti masyarakat lainnya. ”Dia bersosialisasi normal, juga suka ibadah ke masjid,” katanya.
Setelah tidak dihiraukan warga, ia mencoba mencari pengakuan dari pemerintah daerah hingga lembaga keagamaan di tempat tinggalnya. Hal ini ia lakukan dengan menulis surat pada 2003. Surat yang dibuat di rental komputer itu ia kirimkan ke pemerintah, dari level kecamatan hingga Presiden.
Di perjalanan hidupnya, ia pernah tersangkut masalah pidana karena melakukan perusakan di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung pada 2016. Akibat perbuatannya, ia divonis penjara selama tiga bulan. Hukuman itu ia jalani hingga tuntas.
Kemudian, ia kembali menyiarkan dirinya sebagai nabi awal tahun 2023. Ia pun nekat menyiapkan senjata airsoft gun yang ia beli dari seorang penjual senjata berinisial D di Bandar Lampung. Mustopa membeli senjata itu pada Februari lalu dengan harga Rp 5,5 juta.
Senjata itu yang dikeluarkan Mustopa saat tidak sabar untuk menemui pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa (2/5/2023) seusai tiba dari Lampung dengan kendaraan travel.
Sebelumnya, Chaerudin (42), petugas satpam kantor MUI, bersaksi, dirinya melihat Mustopa tiba-tiba masuk ke dalam lobi dengan nada marah meminta dipertemukan dengan Ketua MUI. Hari itu untuk kedua kalinya Chaerudin bertemu Mustopa yang datang dengan perilaku aneh dengan tangan membawa surat dan mulut yang melontarkan ancaman (Kompas.id, 3/5/2023).
Jadi, kami dokter forensik menyimpulkan korban meninggal dunia karena serangan jantung.
Sekuriti itu kembali menolak Chaerudin karena datang tanpa janji temu. Saat itu, para pengurus juga sedang rapat. Ditolak, Mustopa lantas melepaskan peluru dari senjata api warna hitam yang ia kuasai ke Bambal, staf resepsionis. Peluru yang dilepasnya juga memecahkan pintu kaca di lobi kantor. Pecahan kaca kemudian melukai staf administrasi yang kalut dalam situasi itu.
Dua korban bisa segera diselamatkan. Namun, Mustopa tiba-tiba terkulai lemas seusai berhasil diamankan. Mustopa sempat dibawa ke Puskesmas Menteng, tetapi ia mengembuskan napas terakhirnya sebelum sempat diadili.
Jasad Mustopa yang kemudian dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, segera diotopsi. Dokter forensik yang kemudian memeriksa sampel jantung dan paru-paru Mustopa menyimpulkan bahwa ia meninggal karena terkena serangan jantung.
”Jadi, kami dokter forensik menyimpulkan korban meninggal dunia karena serangan jantung,” kata anggota forensik Polri, Afriani Ika Kusumawati, dalam konferensi pers.
Serangan jantung tersebut diperberat dengan penyakit lain yang diderita, yaitu penyakit infeksi pada paru-paru.
Pepesan kosong
Ahli Agama Islam dari Kementerian Agama, Husni, pada kesempatan yang sama menyimpulkan, pengakuan Mustopa baik sebagai nabi maupun wakil nabi tidak hanya sesat, tetapi juga memiliki dasar kuat. Hal ini didasari latar belakang pendidikan dan keilmuannya.
”Dia tidak bisa mengaji, itu dibuktikan dengan dia tidak berguru kepada orang tertentu atau ulama tertentu. Dia juga mengakui tidak ahli dalam bidang agama,” kata Husni.
Berdasarkan keterangan saksi, Mustopa mendapat mimpi bahkan menemui secara langsung Nabi Muhammad yang kemudian memerintahkannya untuk mengaku sebagai nabi kedua atau wakil nabi. ”Seandainya surat itu sampai ke MUI, MUI menganggap itu sebagai pepesan kosong saja, tidak perlu ditanggapi serius,” ujarnya.
Yang bersangkutan mendapat kegagalan, secara psikogis ini menimbulkan frustrasi dalam dirinya yang menyebabkan dirinya agresif sebagai bentuk pengakuan eksistensi dalam rangka diakui, didengar, dan diikuti keinginannya.
Secara psikologis, tindakan Mustopa dinilai sebagai perilaku depresif karena tidak adanya pengakuan sesuai dengan harapannya. Hal ini ikut disampaikan ahli dari Asosiasi Psikolog Forensik Indonesia (Apsifor) yang telah menemukan hasil analisis sementara dari sosok Mustopa.
”Yang bersangkutan mendapat kegagalan, secara psikogis ini menimbulkan frustrasi dalam dirinya yang menyebabkan dirinya agresif sebagai bentuk pengakuan eksistensi dalam rangka diakui, didengar, dan diikuti keinginannya,” kata psikolog Nathanael Sumampouw.