Percepat Pengendalian Polusi Udara Jakarta, Polda Metro Jaya Bentuk Satgas
Polisi akan bekerja sama dengan masyarakat dalam penanggulangan persoalan polusi udara di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya membentuk Satuan Tugas atau Satgas Penanggulangan Pencemaran Udara atas arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pengamat kebijakan publik mengatakan, sesuai kewenangan, polisi bisa berperan dalam penegakan hukum tanpa perlu membentuk satuan tugas.
Wakil Kepolisian Polda Metro Jaya Brigadir Jenderal (Pol) Suyudi Ario Seto menuturkan, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto mendapatkan arahan dari pemerintah pusat melalui Menkomarves untuk ikut andil melakukan upaya-upaya penanggulangan polusi udara.
”Dengan terbentuknya satgas ini, diharapkan akan menanggulangi dan mencegah terjadinya polusi udara di wilayah hukum Polda Metro Jaya dan aglomerasinya,” ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
Dibentuknya Satgas Penanggulangan Polusi ini di antaranya dilatarbelakangi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Satgas Penanggulangan Polusi Udara ini diketuai oleh Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nurkolis dan dibina Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto. Satgas ini membawahkan tujuh subsatgas, yaitu analis, preemtif, preventif, represif atau penegakan hukum, bantuan teknik, humas, dan kewilayahan.
Suyudi menyatakan, keberhasilan penanggulangan persoalan polusi udara di wilayah hukum Polda Metro Jaya juga butuh peran serta masyarakat. ”Masyarakat diharapkan berpartisipasi untuk menggunakan transportasi umum, tidak membakar sampah, rutin melakukan perawatan mesin kendaraan serta mewujudkan industri yang ramah lingkungan,” tuturnya.
Terkait tugas-tugas mendetail dari satgas itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo ketika dihubungi hari ini belum bisa menjelaskan lebih lanjut. ”Itu saja dulu,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, dihubungi terpisah menilai, kepolisian sebagai aparat penegak hukum sebenarnya bisa memaksimalkan aturan perundangan yang ada untuk mendukung perbaikan kualitas udara, tanpa membuat satuan tugas.
Dalam hal pelanggaran pencemaran industri yang diawasi instansi terkait, misalnya, kepolisian punya kewenangan untuk menindak pihak yang bertanggung jawab. ”Polisi bisa menindak pelanggaran sesuai bentuk dan perundangannya, misalnya lalu lintas, industri, atau lingkungan. Ada semua aturannya, cuma enggak pernah dijalankan,” ujarnya.
Untuk itu, ia mengingatkan agar kepolisian tidak hanya memaksimalkan kinerja pengendalian polusi ketika ada Satgas. Pasalnya, peraturan dibuat untuk terus dimonitor, dievaluasi, dan diambil kebijakan. Kesinambungan ini perlu dijalankan terus-menerus karena polusi udara juga bukan barang baru di DKI Jakarta.
”Jangan cuma karena cuaca kering, El Nino, terus musim hujan mereka enggak kerja lagi. Kan, di perintah perundangan enggak ada tenggang waktu, kecuali aturan itu dicabut,” ujarnya.
Sejak polusi udara di Jakarta tercatat meningkat beberapa waktu terakhir, Polda Metro Jaya mulai menegakkan aturan uji emisi bagi kendaraan roda dua dan empat sebagai upaya perbaikan kualitas udara. Penegakan aturan itu sebelumnya tidak diterapkan selain lewat pengawasan kelaikan kendaraan.
Program penindakan pelanggaran atau tilang bagi pemilik kendaraan yang tidak lulus uji emisi dalam razia pun dimulai pada Jumat, 1 September. Kegiatan ini akan dijalankan seminggu sekali dalam beberapa bulan ke depan.
Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Doni Hermawan menjelaskan, mekanisme tilang uji emisi tidak berbeda dengan penindakan pelanggaran aturan lalu lintas lainnya.
Ketentuan yang jadi acuan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) di Pasal 285 dan 286. Motor yang tidak lulus uji emisi akan didenda Rp 250.000, sedangkan mobil Rp 500.000. Hasilnya, per 1 September, 33 mobil atau hanya 15 persen dari 248 mobil yang diperiksa tidak lulus uji emisi. Sementara itu, ada 33 motor (15 persen) dari 223 motor yang diperiksa tidak lulus uji emisi.
”Ini untuk kebaikan kita bersama, ya. Mohon juga melihat ini untuk kebaikan kita, bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas udara khususnya di Jakarta agar bisa lebih baik,” tuturnya.