TANGERANG, KOMPAS -- Mengaku sebagai penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dan wartawan, tiga pemuda memeras sekretaris salah satu desa di Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang.
Dalam aksinya, ketiga tersangka yakni RH, FI, dan MI mengancam akan mengusut kasus dugaan korupsi penggunaan dana desa tahun 2017 jika tidak memberi sejumlah uang. Total keuntungan yang diperoleh dari hasil pemerasan kepada korban mencapai senilai Rp 700 juta.
Dalam aksinya, ketiga tersangka yakni RH, FI, dan MI mengancam akan mengusut kasus dugaan korupsi penggunaan dana desa tahun 2017 jika tidak memberi sejumlah uang. Total keuntungan yang diperoleh dari hasil pemerasan kepada korban mencapai senilai Rp 700 juta.
"Kasus dugaan pemerasan ini terungkap, setelah korban melaporkannya kepada polisi. Korban melapor karena ia tidak tahan terus diperas para tersangka," kata Kepala Polresta Tangerang, Komisaris Besar Sabilul Alif kepada wartawan di Tigaraksa, Selasa (14/5/2019).
Atas laporan itu, kata Sabilul, pihaknya langsung bergerak menyelidikan kasus tersebut. Ketiga tersangka ditangkap di dua tempat, yakni di kawasan Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang dan Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung. Meski tempatnya berbeda, mereka ditangkap di hari yang sama, Selasa (7/5/2019).
Dari tangan para tersangka, polisi mengamankan barang bukti berupa 61 lembar bukti transfer, 4 buah kartu identitas pers, satu bendel berkas tangkapan layar percakapan korban dan para tersangka melalui aplikasi WhatsApp.
Peran tersendiri
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Sabilul, dalam melakukan aksinya para tersangka memiliki peran masing-masing.
Seperti RH mengaku sebagai Inspektur Dua Ibrohim, FI mengaku sebagai Ajun Komisaris IS. Keduanya mengaku sebagai penyidik dari Dittipikor Bareskrim Polri. Sementara satu tersangka lainnya, IF berperan sebagai wartawan gadungan.
Kepada polisi, para tersangka mengaku, uang hasil kejahatan tersebut mereka bagi bertiga. RH mendapatkan bagian Rp 240,7 juta, tersangka IS mendapat Rp 270,3 juta, dan IF mendapat Rp 88 juta.
Polisi dan Wartawan Gadungan
Peristiwa itu berawal dari kedatangan RH dan IS di kediaman korban, Minggu (10/3/ 2019). Saat itu mereka membicarakan kedatangannya untuk melakukan penyidikan kasus korupsi dana desa tahun 2017 dan 2018.
Sebagai bukti memperkuat aksinya, mereka juga menunjukkan surat panggilan palsu atas nama korban. Surat panggilan itu didapat para tersangka dari internet kemudian menyuntingnya dengan perangkat komputer.
Selang beberapa minggu kemudian, kedua tersangka datang lagi ke rumah korban. Kali ini mereka meminta korban menyerahkan uang sebesar Rp 5 juta dan korban menyanggupinya.
Keesokan harinya, tersangka kembali menghubungi korban dan kembali meminta uang sebesar Rp 40 juta. Alasan tersangka meminta uang adalah agar proses penyidikan kasus tidak dilanjutkan. Korban pun menuruti permintaan tersangka.
Tak puas memeras korban sampai di situ, para tersangka kembali meminta uang kepada korban sebesar Rp 100 juta. Alasannya, uang tersebut untuk beberapa kebutuhan di antaranya akan membereskan surat panggilan di kejaksaan dan agar kasus itu tidak dimuat di media massa.
Untuk memperkuat aksinya agar tuduhan kepada korban itu tidak sampai tereskpos di media, mereka menghadirkan oknum wartawan IF. Tersangka IF mendatangi korban dan mengaku sebagai wartawan media massa ‘Kobarkan News’.
Untuk memperkuat aksinya agar tuduhan kepada korban itu tidak sampai tereskpos di media, mereka menghadirkan oknum wartawan IF. Tersangka IF mendatangi korban dan mengaku sebagai wartawan media massa ‘Kobarkan News’.
Setiap kali para tersangka meminta uang, korban langsung menyanggupinya. Ia memberi uang dengan cara mentransfer uang secara bertahap hingga jumlah totalnya mencapai Rp 700 juta.
Terbongkarnya kasus pemerasan ini, setelah korban melaporkan ke polisi.
Waspada
Atas kasus ini, Sabilul meminta agar masyarakat selalu waspada dan jangan mudah percaya dengan orang dan atau oknum yang mengaku sebagai penyidik Polri atau sebagai jurnalis.
"Kalau ada yang mengaku anggota Polri atau jurnalis, minta kejelasan identitas dan atau surat perintah. Dan bila ada yang mengaku anggota Polri atau jurnalis, tetapi ia bertindak menyimpang, jangan ragu untuk segera melaporkannya kepada polisi," kata Sabilul.
Kalau ada yang mengaku anggota Polri atau jurnalis, minta kejelasan identitas dan atau surat perintah. Dan bila ada yang mengaku anggota Polri atau jurnalis, tetapi ia bertindak menyimpang, jangan ragu untuk segera melaporkannya kepada polisi