Hasil jajak pendapat ”Kompas”, November lalu, menunjukkan sebagian besar warga mengapresiasi kinerja pemprov dalam mengatasi persoalan banjir. Lebih dari 56 persen responden merasa upaya pemprov cukup baik.
Oleh
RANGGA EKA SAKTI/ LITBANG KOMPAS
·4 menit baca
Momen akhir tahun di DKI Jakarta lekat dengan isu banjir. Walau menjadi masalah menahun, pemerintah tampaknya belum menemukan solusi tepat atas persoalan ini. Warga pun bertumpu pada inisiatif dan solidaritas bersama ketika menghadapi musibah tahunan ini.
Ancaman bencana banjir akibat cuaca ekstrem ini makin nyata pada akhir 2022. Bahkan, ketika puncak musim hujan belum tiba, sebagian wilayah DKI Jakarta beberapa kali mengalami banjir pada pertengahan September dan Oktober lalu.
Lantas, bagaimanakah masyarakat memandang upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatasi banjir?
Hasil jajak pendapat Kompas pada November lalu menunjukkan sebagian besar warga mengapresiasi kinerja pemprov dalam mengatasi persoalan tersebut. Lebih dari 56 persen responden merasa upaya pemprov untuk menangani banjir cukup baik.
Namun, 41 persen responden belum puas dengan upaya penanganan banjir. Jika ditelaah lebih jauh, secara geografis, warga yang kurang puas ini sebagian besar bermukim di Jakarta Barat (30,1 persen) dan Jakarta Timur (26 persen).
Menangani persoalan banjir di DKI Jakarta itu bak berlari estafet. Sulit bagi seorang gubernur untuk bisa menyelesaikan persoalan banjir hanya dalam waktu satu atau dua periode menjabat.
Pasalnya, banjir di kawasan DKI Jakarta ini menyangkut berbagai persoalan yang kompleks dan multidimensi. Mulai dari perilaku warga yang acap membuang sampah ke jalur aliran air sungai hingga pembangunan yang asal-asalan. Bahkan, jika diturut hingga ratusan tahun lalu, persoalan banjir di Jakarta sudah ada sejak zaman kolonial.
Maka, diperlukan upaya yang sinergis dari satu rezim pemerintahan ke rezim setelahnya apabila ingin menuntaskan permasalahan ini. Sayangnya, adanya pergantian pemerintahan dari Anies Baswedan ke Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono belum dapat meyakinkan warga atas kesinambungan langkah penanganan banjir di Ibu Kota.
Tingkat keyakinan masyarakat terhadap kemampuan Heru untuk menangani banjir belum cukup tinggi. Tak sampai 50 persen dari responden yang yakin bahwa Heru mampu mengatasi persoalan banjir, sementara 43 persen responden lain justru tidak yakin.
Padahal, masyarakat melihat ada beberapa hal yang genting untuk dilakukan agar ancaman banjir di periode akhir tahun ini bisa dimitigasi. Dalam jangka waktu pendek, nyaris 43 persen responden berpendapat bahwa gorong-gorong dan drainase tempat pembuangan air harus segera dibersihkan.
Selain itu, beberapa langkah cepat yang diharapkan warga untuk memitigasi banjir adalah mengeruk sungai (13,9 persen) dan menyiapkan banyak pompa air (6 persen).
Tentunya, langkah ini hanya sementara dan lebih bertujuan meminimalkan dampak dan durasi dari bencana banjir. Langkah itu belum menyelesaikan persoalan utama yang menyebabkan banjir.
Lebih lanjut, untuk jangka yang lebih panjang, tak kurang dari seperempat responden lainnya juga merasa bahwa pemerintah perlu melanjutkan proyek untuk menaturalisasi jalur aliran sungai yang sebelumnya telah diinisiasi. Patut disayangkan, proyek naturalisasi Sungai Ciliwung yang digagas mantan gubernur Anies Baswedan belum berjalan dengan maksimal dan kini justru mangkrak.
Selain naturalisasi, ada juga suara dari warga yang menginginkan solusi jangka panjang lain. Salah satunya membangun tempat penampungan air atau daerah resapan. Hasil jajak pendapat menunjukkan terdapat sekitar 5 persen dari responden yang menginginkan solusi tersebut.
Kebuntuan soal banjir di tingkat pemerintah membuat masyarakat mau tak mau mengandalkan inisiatif dan solidaritas bersama. Sekitar 62 persen responden mengaku sudah ada inisiatif warga di sekitar tempat tinggal yang melakukan kegiatan untuk mengantisipasi banjir. Upaya warga masih terfokus pada solusi jangka pendek. Misalnya, sebesar 61 persen responden mengaku ada kegiatan membersihkan gorong-gorong/drainase di sekitar rumahnya. Langkah lainnya adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan dan membersihkan lingkungan rumah dari sampah yang dilakukan oleh 6,8 persen warga DKI Jakarta.
Menariknya, ada juga langkah jangka panjang yang dilakukan warga. Contohnya, 14,1 persen responden menyatakan bahwa warga di sekitar lingkungan kediamannya bergotong royong mengeruk sungai. Tidak hanya itu, sebanyak 12,2 persen lainnya menyatakan bahwa ada kegiatan untuk membangun tempat resapan air di lingkungannya.
Adanya langkah-langkah ini bisa jadi pertanda bahwa upaya-upaya mandiri masih menjadi andalan warga DKI Jakarta dalam menghadapi ancaman banjir. Sayangnya, upaya ini tidak akan banyak berdampak tanpa adanya dukungan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Momentum akhir tahun ini menjadi tantangan bagi Pemprov DKI Jakarta. Kepuasan atas upaya mengatasi permasalahan banjir dan solidaritas warga bisa menjadi modal memitigasi dampak banjir pada akhir 2022 dan awal 2023.