Mayoritas Kasus Pembunuhan Wartawan Nihil Tindak Lanjut
Laporan dari UNESCO menunjukkan tantangan bagi para wartawan global semakin meningkat.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
-
Reporter stasiun televisi Al-Jazeera, Shireen Abu Aqleh (Akleh), sedang memberikan laporan dari Yerusalem, 22 Mei 2021. Akeh tewas tertembak oleh pasukan Israel saat menjalankan tugas jurnalistik pada 11 Mei.
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO mengeluarkan laporan mengenai kebebasan jurnalistik untuk periode 2020-2021. Terungkap berbagai tindak kekerasan terhadap wartawan, termasuk pembunuhan, masih tinggi. Bahkan, hampir semua kasus pembunuhan wartawan tidak ditindaklanjuti oleh negara-negara yang bersangkutan.
Laporan itu diluncurkan secara daring pada Selasa (1/11/2022) malam. Judulnya, Knowing The Truth Is Protecting TheTruth atau Mengetahui Kebenaran adalah Melindungi Kebenaran. ”Kami menemukan jumlah kasus pembunuhan dan kekerasan serta pelecehan terhadap wartawan yang tidak diselesaikan secara hukum sangat tinggi. Kebebasan berekpresi global terancam,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay.
Laporan itu mencatat 117 kasus pembunuhan wartawan selama 2020-2021. Sebanyak 62 wartawan tewas pada 2020 dan 55 wartawan tewas pada 2021. Pada tahun ini, UNESCO memperkirakan angkanya meningkat. Sebab, data selama Januari-September 2022 saja sudah mencatat 66 wartawan tewas. Jenis media tempat korban bekerja bervariasi, mulai dari televisi, radio, cetak, hingga daring.
Dari total kasus pembunuhan selama 2020-2021, 86 persen kasus tidak diselesaikan. Artinya, polisi tidak mencari pelaku. Jika ada yang ditelusuri oleh polisi setempat, ternyata tidak sampai ke kasus penangkapan ataupun ke pengadilan. Akibatnya, kasus-kasus itu dibiarkan membeku.
(AP PHOTO/JACQUELYN MARTIN)
Pengunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington, AS, memegang foto Jamal Khashoggi, Rabu (10/10/2018). Nasib Khashoggi, warga Saudi yang tinggal di AS, tidak diketahui sejak masuk ke konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018.
UNESCO menyebutkan, 91 wartawan dibunuh di luar jam kerja. Bahkan, ada yang dihabisi di depan keluarga masing-masing, termasuk di hadapan anak-anak. Artinya, ini merupakan tindakan pembunuhan yang terencana.
Salah satu contoh ialah kematian wartawan lepas untuk kantor berita AFP di Yaman pada Juni 2020. Ia ditembak ketika sedang mengendarai mobil yang baru meninggalkan rumahnya pada pagi hari.
Wakil Menteri Informasi Yaman Najib Ghallab mengatakan, pembunuhan Al-Quaety sama dengan menyerang kebebasan pers di Yaman. Ia menyalahkan dua pihak yang tengah berkonflik di negara tersebut sebagai terduga pelaku pembunuhan.
Akan tetapi, berdasarkan lembaga kajian Timur Tengah yang berbasis di Swiss, South24, hingga akhir 2021 tidak ada tanda-tanda penyelidikan kasus itu oleh aparat penegak hukum di Aden.
AN
Massa mengiringi upacara pemakaman Arshad Sharif, wartawan Pakistan, di Islamabad, Kamis (27/10/2022). Sharif tewas tertembak polisi saat melakukan tugas jurnalistik di Kenya.
Bahkan, laporan UNESCO menyebutkan, keamanan wartawan di negara-negara yang tidak berkonflik juga turun. Impunitas, pengancaman, dan pelecehan semakin marak. Pola pemerintahan di banyak negara, termasuk yang berhaluan demokrasi, juga cenderung semakin represif.
Media-media yang kritis terhadap kebijakan pemerintah ataupun perilaku pejabat akhirnya mulai dikekang. Bahkan, semakin banyak wartawan yang diserang ketika sedang meliput unjuk rasa.
UNESCO mendorong penguatan undang-undang pers di setiap negara. Cakupannya ialah memperkuat kelembagaan organisasi pers dan meningkatkan profesionalitas wartawan. Dari sisi pemerintah, harus ada penguatan pemahaman kebebasan pers di aparat penegak hukum yang terdiri dari polisi, kejaksaan, dan hakim.
Kasus terkini yang menarik perhatian global adalah pembunuhan wartawan Inggris, Dom Phillips, dan pakar masyarakat adat Amazon Brasil Bruno Pereira pada Juni. Keduanya merupakan pakar kawakan untuk isu perlindungan alam rimba Amazon.
Polisi Brasil telah menangkap tiga pelaku yang menembak mati Phillips dan Pereira. Kasus ini berkaitan dengan liputan investigasi soal penangkapan ikan ilegal. Dilansir dari BBC, keluarga Phillips menunggu pengadilan yang transparan dan berkeadilan terhadap para pelaku. Apalagi, kasus ini meledak di publik global.
AP PHOTO/ERALDO PERES
Pekerja dari National Indian Foundation (FUNAI) berdiri di depan spanduk bergambar pakar masyarakat adat Brasil Bruno Pereira (kanan) dan jurnalis lepas Inggris, Dom Phillips. Keduanya yang dilaporkan hilang pada 5 Juni lalu terakhir kali terlihat di perahu mereka di sebuah sungai dekat pintu masuk Wilayah Adat Lembah Javari, yang berbatasan dengan Peru dan Kolombia.
Namun, terdapat pula beberapa kasus yang tidak terlalu terpapar ke publik. Salah satu contohnya ialah pembunuhan wartawan asal Pakistan, Arshad Sharif, di Kenya awal Oktober 2022. Azoulay secara khusus meminta Pemerintah Kenya melakukan penyelidikan dan penegakan hukum hingga tuntas.
Sharif adalah wartawan yang kritis terhadap cara pemerintahan Perdana Menteri Pakistan Shahbaz Sharif yang naik ke tampuk kepemimpinan pada April 2022. Ia melarikan diri dari tanah airnya karena dipersekusi oleh pemerintah sebelum akhirnya tiba di Kenya.
Dilansir dari media Kenya, Nation, edisi 27 Oktober 2022, Sharif tewas akibat tembakan di kepala. Jasadnya ditemukan di pinggir jalan tol. ”Otoritas Kenya hendaknya melakukan penyelidikan yang menyeluruh dan transparan guna membuka motif pembunuhan atas Sharif. Setelah itu, menggugat para pelaku sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan sesuai dengan kejahatan mereka,” tutur Azoulay.
Jurnalisme bermutu semakin dibutuhkan. Disinformasi ada di mana-mana dan tidak akan bisa dibendung. Satu-satunya cara untuk melawan ialah menyediakan liputan dan analisis berdasarkan data, fakta, dan konteks.
Sementara itu, Inggris akan merayakan pekan Journalism Matters. Ketua Asosiasi Media Berita Inggris Owen Meredith, dalam surat terbukanya, mengatakan, jurnalisme bermutu semakin dibutuhkan. Disinformasi ada di mana-mana dan tidak akan bisa dibendung. Satu-satunya cara untuk melawan ialah menyediakan liputan dan analisis berdasarkan data, fakta, dan konteks.
”Wartawan adalah saksi mata di lapangan, sekaligus pencari fakta dan penjelas konteks sebuah peristiwa di dalam skala yang lebih luas. Jurnalisme adalah acara memastikan orang-orang dengan kekuasaan memenuhi tanggung jawab masing-masing,” ujarnya dikutip oleh berbagai media cetak dan daring di Inggris. (AFP)