Hingga pertengahan November 2023, jumlah investor pasar modal telah mencapai 11,96 juta investor.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan akan ada pertambahan investor baru sebanyak 2 juta pada 2024. Sepanjang tahun 2023, pertambahan investor telah mencapai 1,6 juta.
Sementara dari pencatatan efek, BEI menargetkan ada 230 pencatatan efek tahun depan. Target ini lebih tinggi dibandingkan dengan target 2023 yang sebanyak 200 pencatatan efek. Realisasi pada 2023 sudah melampaui target, mencapai 311 efek hingga pertengahan November 2023.
”Sementara untuk nilai transaksi harian ditargetkan sebesar Rp 12,25 triliun pada 2024,” kata Direktur Utama BEI Iman Rachman di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (17/11/2023).
Di tempat yang sama, Direktur Keuangan dan Administrasi Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Imelda Sebayang menjelaskan, hingga Rabu (15/11/2023) sudah ada 11,96 juta single investor identification (SID). Artinya, ada kenaikan sebesar 16 persen dibandingkan dengan jumlah SID pada Desember 2022. Khusus investor saham, tercatat 5,14 juta, meningkat 15,9 persen dari awal tahun ini. Jumlah investor reksa dana terbesar, mencapai 11,21 juta investor atau naik 16,73 persen dari awal tahun. Sementara investor Surat Berharga Negara tercatat 985.472 investor, tumbuh 18,5 persen.
Secara terpisah, Direktur BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, masih ada 28 calon emiten yang akan mencatatan sahamnya di BEI hingga akhir tahun nanti. Hingga Jumat sudah ada 77 emiten baru di BEI. Jika emiten yang sudah memulai proses penawaran sahamnya masuk bursa pada tahun ini, BEI mengukir rekor pencatatan emiten baru dalam satu tahun, berjumlah 105 perusahaan.
Adapun 11 calon emiten tersebut memiliki aset besar, di atas Rp 250 miliar. Sementara calon emiten yang berskala menengah dengan jumlah aset antara Rp 50 miliar dan Rp 250 miliar ada 16 calon dan satu calon emiten berskala kecil dengan aset di bawah Rp 50 miliar.
Bursa karbon
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan, pihaknya terus mendorong implementasi keuangan berkelanjutan di pasar modal. Salah satu tujuan implementasi ini terutama untuk mendorong transisi energi di Indonesia. Salah satu implementasi yang sudah dilakukan adalah menyelenggarakan bursa karbon.
”Terkait penyelenggara bursa karbon untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sejak pertama diluncurkan tercatat ada 33 penguna jasa dalam ekosistem perdagangan karbon dengan volume Rp 29,63 miliar,” kata Inarno dalam workshop pasar modal di Balikpapan, Jumat (17/11/2023).
Apakah pencapaian bursa karbon selama 36 hari ini kecil atau besar, menurut Inarno, hal ini merupakan pencapaian besar. Dia membandingkan proses bursa karbon di Malaysia. ”Malaysia sudah sejak dua tahun lalu meluncurkan, tetapi sampai saat ini belum aktif. Kalau kita, sejak launching sudah terjadi transaksi walaupun kecil,” kata Inarno lagi. Potensi bursa karbon masih sangat besar dilihat dari pendaftar dan tingginya unit karbon yang ditawarkan.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal OJK Antonius Hari menambahkan, permintaan nasional ke bursa karbon belum terlalu terlihat, tetapi OJK sudah menerima banyak pertanyaan dari sejumlah daerah dari perusahaan yang ingin mengetahui lebih banyak tentang bursa karbon. Karena itu, ekosistem bursa karbon perlu diperkuat oleh berbagai pihak termasuk kerja sama erat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain bursa karbon, inisiatif lain yang akan dikembangkan tahun depan adalah pembiayaan transisi energi.
”Kami akan mengkaji untuk pembiayaan transisi, tetapi masih jarang dan OJK akan terus mengembangkan pembiayaan ini,” kata Antonius Hari. OJK juga sedang mengembangkan mengembangkan ekosistem thematic bond dan sukuk terutama untuk mendukung ekonomi berkelanjutan.
Direktur Utama BEI Iman Rachman menjelaskan, bagi bursa, perdagangan karbon salah satu perjalanan emiten, bukan hal terpisah setelah emiten masuk bursa. ”Ada tekanan di perusahaan tercatat dari investor global untuk berinvestasi pada emiten yang melakukan prinsip ESG dengan baik. Bagaimana emiten membuat karbon ofset dan sebagainya,” kata Iman.
Untuk memberikan penjelasan kepada para emiten, bursa terus melakukan sosialisasi dan edukasi. Banyak emiten yang belum tahu bagaimana dapat menjual karbon karena biasanya menjual saham. Senada dengan Antonius, Iman juga menekankan kerja sama di antara kementerian sangat penting untuk mengembangkan ekosistem perdagangan karbon.