Menghapus Polio
Dunia, termasuk Indonesia, menargetkan pemberantasan polio pada 2026. KLB polio saat ini harus disikapi secara tepat.
Kementerian Kesehatan menetapkan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, sebagai daerah berstatus kejadian luar biasa atau KLB polio pada 22 Desember 2023. Hal itu menyusul temuan kasus polio pada anak di Kecamatan Manisrenggo. Kondisi anak perempuan berumur enam tahun yang terjangkit polio itu saat ini terus membaik.
Anak perempuan itu mengalami gejala polio sepulang dari bepergian ke Sampang, Jawa Timur. Empat hari setelah kembali ke Klaten, anak tersebut tiba-tiba demam. Setelah demam turun, anak itu mengalami penurunan kekuatan pada kakinya atau kelumpuhan. Akhirnya anak tersebut dirujuk ke RSUP dr Sardjito, Yogyakarta. Bahaya apa yang mengancam?
Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi virus. Penyakit ini menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan tungkai secara total dalam hitungan jam. Virus ini ditularkan oleh orang-ke-orang yang menyebar terutama melalui rute faecal-oral atau yang lebih jarang, oleh jalur umum misalnya, air atau makanan yang terkontaminasi, dan berkembang biak di usus.
Gejala klinis awal adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan pada leher dan nyeri pada tungkai. Tidak ada obat untuk penyakit polio, dan hanya dapat dicegah. Vaksin polio yang diberikan berulang kali, dapat melindungi anak seumur hidup.
Baca juga: Kejadian Luar Biasa Polio Kembali Dilaporkan, Imunisasi Digencarkan
Polio (poliomielitis) terutama menyerang anak balita dan hampir 1 dari 200 infeksi polio akan menyebabkan kelumpuhan otot yang menetap atau ireversibel. Di antara mereka yang lumpuh, 5-10 persen meninggal ketika otot-otot pernapasan mereka menjadi tidak mampu bergerak.
Infeksi virus polio liar telah menurun lebih dari 99 persen sejak 1988, dari sekitar 350.000 kasus, menjadi 29 kasus yang dilaporkan pada 2018. Dari tiga jenis virus polio liar (tipe 1, tipe 2, dan tipe 3), virus polio liar tipe 2 diberantas pada 1999 dan tidak ditemukan kasus virus polio liar tipe 3 sejak kasus terakhir yang dilaporkan di Nigeria pada November 2012.
Pemberantasan polio memerlukan cakupan imunisasi yang tinggi di seluruh dunia, untuk memblokir penularan virus yang sangat menular ini. Sayangnya, banyak anak masih kehilangan kesempatan mendapatkan vaksinasi karena berbagai alasan, termasuk kurangnya infrastruktur, lokasi terpencil, perpindahan penduduk, konflik bersenjata, gangguan keamanan dan penolakan terhadap vaksinasi.
Baca juga: KLB Polio di Jatim, Imunisasi Serentak Dilakukan
Sangat menular
Karena virus ini sangat menular, kegagalan untuk memberantas virus polio liar di Aceh dapat saja mengakibatkan kebangkitan penyakit polio. Bahkan, kalkulasi dapat saja mencapai sebanyak 200.000 kasus baru di seluruh dunia setiap tahun, dalam sepuluh tahun ke depan.
Pada 1994, Benua Amerika disertifikasi bebas polio, diikuti Pasifik Barat pada 2000 dan Eropa pada Juni 2002. Padahal, 27 Maret 2014, Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah disertifikasi bebas polio. Bebas polio berarti bahwa penularan virus polio liar telah terputus di wilayah yang membentang dari Indonesia ke India. Prestasi ini menandai lompatan ke depan yang signifikan dalam pemberantasan global, dengan 80 persen populasi dunia sekarang tinggal di daerah bebas polio.
Lebih dari 16 juta orang anak tetap dapat berjalan hari ini, terhindar dari kelumpuhan akibat polio. Selain itu, diperkirakan 1,5 juta kematian anak juga telah dicegah, melalui pemberian vitamin A yang bersamaan dengan imunisasi polio. Pemodelan ekonomi telah menemukan bahwa pemberantasan dengan imunisasi polio untuk melawan virus terakhir, akan menghemat setidaknya 40 miliar-50 miliar dollar AS, sebagian besar di negara berpenghasilan rendah.
Di banyak negara lain, kepemimpinan dan inovasi yang kuat telah berperan penting dalam menghentikan penyebaran virus polio liar. Banyak negara berhasil mengoordinasikan upaya mereka untuk mengatasi tantangan utama dalam meningkatkan cakupan imunisasi dasar pada anak. Misalnya mobilitas populasi yang tinggi, konflik bersenjata, aliran antivaksin, dan ketidak amanan wilayah dari konflik bersenjata, yang membatasi akses ke layanan imunisasi. Selain itu, juga kemampuan virus polio untuk menyebar dengan cepat dan melintasi perbatasan wilayah bahkan negara.
Karena virus ini sangat menular, kegagalan untuk memberantas virus polio liar di Aceh dapat saja mengakibatkan kebangkitan penyakit polio.
Sumber daya dan keahlian yang digunakan untuk menghilangkan virus polio liar telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat luas. Selain itu, juga telah membentuk sistem respons atas wabah polio. Program pemberantasan polio telah memberikan manfaat kesehatan yang luas bagi komunitas lokal di banyak wilayah, mulai dari terbentuknya respons terhadap wabah, hingga memperkuat layanan imunisasi rutin terhadap penyakit infeksi lain, yang dapat dicegah dengan vaksin.
Dari penyelidikan epidemiologi, terjadinya KLB polio pada 7 November 2022 di Kabupaten Pidie, Aceh, selain cakupan imunisasi polio yang rendah, didapati juga faktor perilaku hidup bersih dan sehat penduduk yang masih kurang. Di antaranya masih ada penduduk yang menerapkan buang air besar (BAB) terbuka di sungai. Meskipun tersedia jamban di beberapa rumah, lubang pembuangan jamban langsung mengalir ke sungai, sementara air sungai dipakai sebagai sumber aktivitas penduduk, termasuk tempat bermain anak-anak.
Intervensi kesehatan masyarakat berdasarkan data epidomiologi tersebut tidak boleh diabaikan, yaitu mengatasi penyebab cakupan imunisasi polio yang rendah, meningkatkan perilaku masyarakat dalam hidup sehat, dan membangun infrastruktur limbah rumah tangga yang lebiuh higenis. Namun, data epidemiologi di Klaten dan Sampang untuk KLB Polio Klaten kali ini belum disimpulkan.
Belajar dari pandemi Covid-19
Saat ini pemerintah sudah melakukan sejumlah tindakan awal yang penting. Termasuk melakukan pelacakan untuk mencari kasus lumpuh layuh lain di sekitar tempat tinggal kasus, pengambilan sampel tinja di wilayah terdampak untuk dilakukan pemeriksaan, memeriksa sampel air di tempat pembuangan limbah, dan survei cepat cakupan imunisasi. Juga dilakukan outbreak respond imunisasi polio untuk 118.600 anak.
Anak-anak tersebut akan menjadi sasaran penerima imunisasi pada Subpekan Imunisasi Nasional secara serentak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang dimulai pada 15 Januari 2024. Vaksinasi polio dilakukan dua tahap, yaitu untuk tahap pertama ditargetkan selesai satu minggu, selanjutnya diulang lagi minimal satu bulan berikutnya. Selain itu, juga dilakukan imunisasi rutin untuk meningkatkan cakupan imunisasi polio menggunakan vaksin suntikan, yaitu inactive polio vaccine (IPV), bukan vaksin tetes atau oral polio vaccine (OPV).
Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam mengatasi penyakit menular yang mematikan. Misalnya, pelacakan kasus (tracing) berupa penemuan kasus aktif dari rumah ke rumah, terbukti menjadi strategi yang jitu dalam mendukung program pengendalian Covid-19. Vaksinasi semua kontak erat bahkan dengan dosis booster telah membantu meningkatkan kekebalan tubuh melawan virus Covid-19 yang sangat mudah menular. Demikian pula, pengawasan, penemuan kasus, pemeriksaan, pelacakan kontak, karantina, dan kampanye dalam komunikasi massal untuk menghilangkan informasi yang salah, adalah hal yang penting untuk mengendalikan Covid-19. Semua hal baik tersebut seharusnya juga diterapkan untuk mengatasi munculnya virus polio liar di Pidie, Aceh.
Baca juga: Penolakan Sejumlah Orangtua Jadi Tantangan Vaksinasi Polio di Jateng
Pembelajaran lain dari pandemi Covid-19 adalah menjamin ketersediaan vaksin yang cukup dan mampu menjangkau banyak orang di tempat yang sulit. Juga mengatasi keragu-raguan atas keandalan vaksin, karena juga merupakan tantangan besar dalam menghentikan penyebaran Covid-19.
Selain itu, adanya akses ke informasi dan pendidikan kesehatan masyarakat yang akurat sangatlah penting, untuk memastikan bahwa warga masyarakat memiliki pengetahuan, bukan termakan berita bohong terkait vaksin Covid-19, dalam menjaga diri mereka sendiri dan orang lain di sekitarnya. Hal serupa seharusnya juga dilakukan untuk memberikan imunisasi polio menggunakan IPV sebagai outbreak respond di Aceh dan meningkatan cakupan imunisasi polio sebagai paket imunisasi dasar, untuk semua balita di seluruh Indonesia.
Target dunia, termasuk Indonesia, adalah pemberantasan atau eradikasi polio pada 2026. Oleh sebab itu, KLB polio di Klaten perlu disikapi secara tepat menggunakan pembelajaran kita dalam mengatasi pandemi Covid-19. Intinya adalah adanya kepemimpinan yang tegas, solidaritas semua lintas sektor, dan ilmu pengetahuan dalam wujud vaksin handal seperti IPV, yang disertai intervensi kesehatan masyarakat yang tegas dan cepat.
Sudahkah kita siap?
FX Wikan Indrarto, Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S-3 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta