Lemahnya Penindakan Pelanggar Atribut Kampanye di Ibu Kota
Selain pencabutan atribut, belum ada sanksi tegas pada pelaku pemasangan alat kampanye yang ”ngasal” dan melukai warga.
JAKARTA, KOMPAS — Pemasangan alat peraga kampanye di Ibu Kota yang tidak sesuai aturan tidak hanya merusak pemandangan kota, tetapi juga mengakibatkan warga terluka. Meski demikian, belum ada tindakan atau sanksi tegas terhadap pelaku selain pencabutan atribut kampanye tersebut.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyayangkan sikap Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta yang kurang responsif menindak pemasang alat peraga kampanye (APK) yang tidak menaati aturan. Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono juga dianggap kurang tegas dalam menginstruksikan satpol PP untuk melakukan penertiban itu. Begitu pula Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang sangat lemah dalam bertindak.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Saya melihat ada unsur lempar tanggung jawab antara Pemprov DKI dan Bawaslu. Sebenarnya pencabutan APK itu kewenangan Bawaslu, tetapi sebagian diserahkan ke pemerintah daerah. Jadi, Satpol PP DKI bisa menegakkan peraturan daerah dengan mencopot APK yang tidak sesuai. Mereka harus saling koordinasi,” ujar Trubus, Senin (22/1/2024).
Selain regulasinya lemah, menurut Trubus, terdapat wilayah yang sepertinya dikuasai oleh partai politik atau penguasa tertentu sehingga mereka memasang APK seenaknya hingga memakan korban. Selain itu, Bawaslu dan Pemprov DKI seakan sibuk memilih mempertahankan citra masing-masing agar tidak dianggap diskriminatif jika mencopot APK di wilayah tertentu.
Trubus melanjutkan, pencopotan APK yang melanggar aturan seperti yang saat ini dilakukan Sstpol PP tidak cukup. Pemasang APK juga harus dicari dan diberi sanksi.
”Para caleg itu menyerahkan pemasangan kepada pihak ketiga. Namun, masih banyak pemasang APK yang tidak tahu aturan. Yang memasang harus dikasih sanksi, termasuk calegnya juga harus dipanggil," ujar Trubus.
Selain itu, pemasangan APK yang mengharuskan membayar pajak reklame ini tentunya bisa menambah pendapatan asli daerah. Sebab itu, ada potensi pembiaran pemasangan karena adanya ketakutan kehilangan pendapatan.
Adapun pajak reklame diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) pada Pasal 47 sampai dengan Pasal 51. Pajak reklame adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan reklame.
Baca juga: Warga Celaka karena Atribut Kampanye
Trubus mengatakan, warga seharusnya bisa mencopot APK yang melanggar aturan, terutama di fasilitas publik dan di fasilitas pribadinya. Namun, kebanyakan warga ketakutan karena APK tersebut memiliki penjaga, sehingga banyak warga yang menjadi memaklumi dan cuek.
Menurut Trubus, jika Satpol PP DKI Jakarta dan Bawaslu kurang responsif, dikhawatirkan bisa memicu warga untuk bertindak sendiri. Sebab, selain melanggar, ada juga APK yang roboh, bahkan telah memakan korban.
”Harusnya pemasangan APK memenuhi standar, kriteria, keamanan, dan kenyamanan. Jangan sampai masyarakat geram lalu mengambil langkah sendiri. Pemasangan baliho pada aset pemda DKI itu dilarang dan Pemprov DKI harus bertindak cepat, jangan ada pembiaran,” kata Trubus.
Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, juga sependapat. Ia menyampaikan, ada dua perbuatan yang melanggar hukum, yaitu memasang alat kampanye pada tempat yang dilarang dan menyebabkan orang lain luka berat.
Selain melanggar UU Pemilu, pemasangan atribut kampanye yang tidak sesuai dengan aturan juga melanggar Pasal 360 KUHP dan ancaman hukumannya 5 tahun penjara. Fickar menilai, Bawaslu harus tegas terhadap setiap pelanggaran yang mengarah ke ranah pidana agar kejadian ini tidak terulang lagi.
Baca juga: Mengganggu, Warga Minta Alat Peraga Kampanye Dicopot
”Terhadap kerugian yang diderita masyarakat akibat atribut pemilu yang melanggar hukum, masyarakat bisa menuntut secara pidana agar pelaku dipenjara. Korban juga bisa menggugat secara perdata atas kerugian yang diderita, baik kepada Bawaslu maupun pelaku atau calon yang memasang reklame tersebut,” ujar Fickar.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai, ada dua alasan mengapa masalah penertiban APK di setiap pesta demokrasi pemilu tak kunjung selesai. Pertama, karena tak ada regulasi yang jelas. Padahal, pemasangan APK terutama di jalan dan pohon berpotensi mengganggu publik.
”Oleh sebab itu, seluruh peserta kampanye dengan sesuka hati memasang APK meskipun mendapat keluhan dari warga,” ujarnya.
Alasan kedua karena dampak dari periode waktu yang sempit. Para peserta pemilu pun berlomba-lomba untuk memasang atribut secara serempak. Adi menilai, dua hal tersebut seharusnya menjadi pelajaran penting bagi pihak penyelenggara ke depan.
”Penyelenggara harus tegas terkait pemasangan alat peraga kampanye. Jangan sampai mengganggu warga,” katanya.
Tugas kami ini membantu, bukan eksekutor. Kami membantu, lalu memfasilitasi bersama-sama. (Arifin)
Pencopotan APK
Adapun sejak Jumat (19/1/2024) malam, Satpol PP DKI Jakarta telah menertibkan APK yang melanggar aturan serta membahayakan di sejumlah wilayah Jakarta.
Meski demikian, Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin mengatakan, pihaknya tidak berwenang menertibkan APK. Satpol PP DKI, katanya, hanya bisa membantu jika memang diperlukan.
”Tugas kami ini membantu, bukan eksekutor. Kami membantu, lalu memfasilitasi bersama-sama,” kata Arifin.
Arifin mengingatkan partai politik yang melanggar aturan agar mengikuti ketentuan yang tercantum dalam keputusan KPU. Pihaknya pun memberi batas waktu hingga sepekan ke depan untuk merapikan APK yang dimulai sejak 19 Januari 2024.
APK yang melanggar harus dirapikan dan diturunkan oleh peserta pemilu. Hal itu telah disepakati oleh peserta pemilu dalam rapat yang digelar di Balai Kota DKI pada Kamis (18/1/2024). Rapat pelanggaran APK itu juga melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, polisi, dan partai politik.
Baca juga: Senyuman dan Janji-janji di Sepanjang Jalan Raya
”Upaya merapikan dilakukan untuk APK yang lokasinya sudah sesuai aturan, tetapi kondisinya sudah rusak, sedangkan penurunan APK bakal dilakukan di lokasi-lokasi yang dilarang,” kata Arifin.
Penertiban ini terus dilakukan secara bertahap dengan memprioritaskan lokasi yang sudah terlihat semrawut. Adapun hambatan dalam kegiatan ini karena sumber daya manusia (SDM) yang terbatas.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Benny Sabdo menyampaikan, Satpol PP DKI bisa bekerja berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta yang berlaku.
”Pihak Pemprov DKI juga memiliki kewenangan. Satpol PP selaku penegak perda itu bisa melakukan eksekusi secara langsung,” ujar Benny.
Menurut Benny, satpol PP bahkan dapat menindak APK yang melanggar aturan tanpa menunggu rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta. Sebab, aturan yang dibuat KPU soal pemasangan APK itu berdasarkan aturan dalam perda.
Memakan korban
Sebelumnya, APK yang terpasang di jembatan layang Kuningan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, mencelakai pengendara motor. Pasangan suami istri paruh baya itu terjatuh akibat bendera partai politik yang jatuh di jembatan layang tersebut pada Rabu (17/1/2024) pukul 09.45.
M Salim (68) mengalami luka kaki, jari kaki, dan mendapat 12 jahitan di bagian pipi kanan. Istrinya, Oon (61), mengalami patah tulang kering bagian kiri serta luka di bagian lutut dan jari kaki. Namun, pasangan lansia ini tak menuntut apa-apa atas kecelakaan yang dialami karena merasa dirinya kaum lemah.
Seorang pengendara sepeda motor di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, juga mengalami kecelakaan setelah tertimpa baliho calon anggota legislatif yang roboh akibat tertiup angin kencang pada Jumat (19/1/2024). Pengendara tersebut melintas di jalur Transjakarta.
Baliho itu terpasang di pinggir jalur Transjakarta. Bukan hanya baliho, sejumlah bendera partai juga terpasang di sana.
Tidak hanya di Jakarta, APK di Jalan Raya Bogor, Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jumat (19/1/2024), juga memakan korban. Kedua korban yang merupakan pasangan suami istri itu tertimpa baliho berukuran 2 meter x 1,5 meter. Mereka tak sadarkan diri sehingga dibawa warga ke rumah sakit terdekat.
Baliho tersebut roboh akibat tertiup angin kencang. Dari hasil pengecekan lapangan, Bawaslu menemukan fakta bahwa tiang penyangga baliho tersebut diketahui tidak tertancap terlalu dalam.