Teddy Minahasa Sesalkan Skenario Menjebak Cepu Narkoba Tak Masuk Dakwaan
Kuasa hukum Irjen Teddy Minahasa mengakui kliennya berencana menjebak terdakwa Linda karena memberi kabar palsu mengenai peredaran narkoba.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inspektur Jenderal Teddy Minahasa diwakili kuasa hukumnya memberikan eksepsi atau pembelaan terhadap dakwaan jaksa dalam sidang kasus narkoba yang menjeratnya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023). Salah satu yang disoroti adalah perihal skenario terhadap terdakwa Linda Pujiastuti alias Anita yang tidak disebut dalam dakwaan.
Teddy Minahasa ditahan sejak Oktober 2022 karena bersama-sama dengan Linda Pujiastuti alias Anita, Syamsul Ma’arif, dan Ajun Komisaris Besar Dody Prawiranegara tersangkut kasus peredaran 5 kilogram sabu di Jakarta. Penanganan perkara Teddy dilakukan secara terpisah dengan tiga orang lainnya yang didakwa pada Rabu (1/2/2023).
Tim kuasa hukum mantan Kepala Polda Sumatera Barat itu menyampaikan empat surat eksepsi setelah jaksa penuntut umum membacakan dakwaan di depan majelis hakim yang diketuai Jon Sarman Saragih. Salah satu uraian eksepsi atau pembelaan itu menjelaskan upaya Teddy mengungkap kabar peredaran narkoba di Laut China Selatan.
Kabar itu didapat dari Linda alias Anita, yang mengaku sebagai orang yang mengetahui banyak informasi terkait jaringan dan peredaran narkotika di Indonesia. Berbekal informasi itu, Teddy lantas dipercaya Kapolri periode 2016-2019 sebagai Pimpinan Tim Khusus Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika pada 24 Juni 2019 melalui surat perintah khusus.
"Berbekal surat perintah tersebutlah terdakwa memimpin upaya penangkapan peredaran narkotika di Laut China Selatan dengan informasi yang didapatkan dari Anita,” ujar kuasa hukum saat membacakan eksepsi Teddy.
Penyelidikan informasi peredaran narkoba itu disebut sangat menyita waktu, energi, dan biaya besar. Namun, penyelidikan tidak berhasil karena Anita memberikan informasi bohong. Hal tersebut membuat Teddy jengkel dan marah sehingga mendorongnya merencanakan pembalasan dengan skenario penjebakan.
”Namun, anehnya pembicaraan Whatsapp terkait misi penjebakan Linda Pujiastuti alias Anita malah saat ini dipakai oleh penyidik dan penuntut umum untuk menarik seorang jenderal berprestasi (Teddy) untuk duduk di kursi terdakwa ini,” lanjut mereka.
Dakwaan yang diberikan jaksa, kata kuasa hukum, justru tidak menunjukkan skenario itu. Teddy bekerja sama dengan Dody untuk merencanakan penjebakan itu. Dody yang saat itu menjabat Kapolres Bukittinggi melaporkan kepada Teddy bahwa dirinya bisa meminjam 4,5 kg dari total 41,4 kg barang bukti narkotika yang diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Agam dan Kejaksaan Negeri Bukittinggi tersebut.
Sabu seberat 4,5 kg itu harus diberikan kepada Kejaksaan Negeri Agam dan kejaksaan negeri untuk kebutuhan laboratorium dan kebutuhan persidangan. Adapun sisanya seberat 35 kg dimusnahkan pada 15 Juni 2022.
Justru, setelah perkara ini bergulir, Dody diketahui tidak pernah meminjam barang bukti itu. Kuasa hukum pun menduga Dody menjual 1,9 kg sabu dari selisih total berat barang bukti yang hilang sebelum dimusnahkan ke Linda.
”Setelah kejadian ini, terdakwa menyadari bahwa berat narkotika yang dilaporkan hilang sebanyak 1,9 kg tersebut sebenarnya disimpan atau disembunyikan sendiri oleh Dody Prawiranegara untuk tujuan dijual secara pribadi kepada Linda Pujiastuti alias Anita,” kata kuasa hukum Teddy.
Fakta berbeda disampaikan jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan. Teddy dikatakan meminta Linda, yang tinggal di Jakarta Barat, mencari pembeli sabu di daerah Riau. Permintaan itu ia sampaikan melalui pesan Whatsapp pada 23 Juni 2022.
”Terdakwa mengatakan, ’Ini ada barang 5 kg carikan lawan posisi barang ada di Riau’. Lalu, saksi Linda Pujiastuti alias Anita bertanya kepada terdakwa dengan mengatakan ’Barang bisa dibawa ke Jakarta tidak?’. Selanjutnya terdakwa bilang ’kalau bisa cari pembeli yang posisinya ada di Riau’,” kata jaksa.
Linda kembali berdalih tidak bisa menjual narkoba di Riau karena tidak memiliki jaringan narkoba di daerah itu. Teddy kemudian meminta Linda menunggu komunikasi dengan Dody melalui aplikasi pesan. Teddy berpesan ke Dody agar ia menjual sabu ke Linda, lalu menerima uang tunai terlebih dahulu sebelum sabunya diserahkan ke Linda.
Barang itu pun dibawa Dody dan Syamsul Ma’arif ke Jakarta melalui jalur darat, pada 22 September 2022. Dua hari kemudian, 5 kg sabu diserahkan ke Linda yang tinggal di Jakarta Barat, melalui Syamsul.
Dody kemudian menerima hasil penjualan 1 kg sabu sebesar Rp 400 juta. Namun, ia hanya menerima Rp 300 juta, sementara sisanya untuk Linda. Hasil penjualan sabu itu kemudian Dody tukar dengan 27.300 dollar Singapura. Uang tunai itu lalu diantar Dody ke rumah Teddy di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Sebanyak 4 kg sabu tersisa menyebar, 1 kg masih disimpan di rumah Linda, 1 kg sudah dijual Linda kepada Kepala Kepolisian Sektor Kalibaru, Jakarta Utara, Komisaris Kasranto. Lalu, 2 kg lainnya disimpan di rumah Dody di Depok, Jawa Barat. Linda dan orang lainnya beserta barang bukti sabu ditangkap polisi mulai 12 Oktober 2022.
Kini, baik Teddy, Linda, Dody, maupun Syamsul didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Narkotika juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lalu Pasal 112 Ayat 2 UU Narkotika juncto Pasal 11 Ayat 1 ke 1 KUHP.