KPK Sita Dokumen Transaksi Keuangan Terkait Dugaan Korupsi Setjen DPR
Ruang Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar merupakan salah satu ruangan yang digeledah penyidik KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menyita dokumen pengerjaan proyek, alat elektronik, dan transaksi keuangan dalam penggeledahan Gedung Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat. Sejumlah dokumen itu disita sebagai barang bukti kasus dugaan korupsi pengadaan alat kelengkapan rumah jabatan anggota DPR. Setelah penggeledahan itu, KPK diharapkan segera mengumumkan para tersangka dalam perkara ini demi kepastian hukum.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengungkapkan, penyidik KPK telah menggeledah dan menyita barang bukti yang ditemukan di kantor Sekretariat Jenderal DPR pada Selasa (30/4/2024). ”Salah satu ruangan yang digeledah ialah ruang kerja Sekretaris Jenderal DPR (Indra Iskandar),” kata Ali, Kamis (2/5/2024), di Jakarta.
Pada Senin (29/4/2024), penyidik KPK juga menggeledah empat lokasi berbeda di wilayah Tangerang Selatan dan Jakarta, yaitu Bintaro, Gatot Subroto, Tebet, dan Kemayoran. Lokasi tersebut merupakan rumah tinggal dan kantor dari para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ali mengungkapkan, dalam penggeledahan tersebut, KPK mengamankan alat bukti, antara lain, dokumen pengerjaan proyek, alat elektronik, dan transaksi keuangan berupa transfer sejumlah uang yang diduga kuat memiliki keterkaitan dengan peran para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Analisis dan pendalaman terhadap bukti-bukti tersebut segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan.
Saat ini KPK tengah menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan alat kelengkapan rumah jabatan DPR tahun anggaran 2020 senilai Rp 120 miliar. Nilai kerugian keuangan negara yang ditemukan KPK pada kasus ini mencapai puluhan miliar rupiah. Namun, KPK belum mengumumkan penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
Padahal, KPK telah mencegah tujuh orang yang diduga terlibat dalam kasus ini pergi ke luar negeri. Berdasarkan sumber Kompas, mereka yang dicegah ialah Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR Hiphi Hidupati; Direktur Utama PT Daya Indah Dinamika Tanti Nugroho; Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada Juanda Hasurungan Sidabutar; Direktur Operasional PT Avantgarde Production Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman dari pihak swasta.
Umumkan tersangka
Dihubungi secara terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mendesak KPK segera memperjelas sosok tersangka yang sudah ditetapkan dalam perkara ini, lalu menahannya.
”Kan, seharusnya kalau proses sudah sampai pada penetapan tersangka, KPK tidak punya alasan untuk menutup-nutupi lagi pihak-pihak yang statusnya menjadi tersangka,” kata Lucius.
Menurut dia, KPK terkesan menyimpan nama para tersangka. Padahal, KPK terlihat gesit mengumumkan kepada publik sosok tersangka dalam kasus lain ketika seseorang ditetapkan menjadi tersangka. Jika pengumuman nama tersangka terlalu lama, penahanannya juga akan semakin lama. Adapun KPK menyampaikan perkara ini masuk penyidikan sejak Februari 2024.
Lucius mengatakan, KPK mempunyai kepentingan untuk segera memberikan kepastian hukum dalam kasus ini. Proses yang dibuat mengambang terlalu lama akan mengundang kesan negatif terhadap KPK dan DPR.
Bagi KPK, lamanya pengumuman tersangka dan penahanan membuat terkesan ada yang belum tuntas dalam penetapan tersangka. Dugaan lainnya, ada upaya membuat kesepakatan lain dengan para tersangka. Bagi DPR, proses yang lama ini akan terus menggerogoti kepercayaan publik kepada DPR. DPR akan dianggap sebagai lahan korupsi.
”Jadi, saya kira KPK harus cepat melangkah dalam kasus ini. Tentu saja tidak akan langsung tuntas semuanya, tetapi minimal mulai dengan menyebut tersangka dan segera menahan mereka,” ujarnya.