Jaga Kesinambungan Kebijakan Pendidikan Nasional
Keberlanjutan kebijakan pendidikan perlu berkesinambungan meskipun terjadi perubahan kepemimpinan.
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan merupakan proses jangka panjang dan strategis yang memerlukan konsistensi. Karena itu, pergantian menteri pendidikan nanti perlu mementingkan kesinambungan dalam kebijakan pendidikan nasional, tidak boleh terganggu.
Kesinambungan kebijakan pendidikan nasional tersebut penting karena saat ini Indonesia menghadapi tantangan untuk meningkatkan indeks sumber daya manusia dalam human development index (HDI).
Sejauh ini, Indeks Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya sehingga tingkat daya saing bangsa berada di bawah rata-rata. Bahkan dalam hal kecerdasan, Indonesia masih terkendala dalam mencapai posisi yang diharapkan.
”Pendidikan nasional Indonesia belum setara dengan negara-negara lain. Tugas para perumus kebijakan pendidikan nasional adalah meningkatkan mutu pendidikan agar unggul dan berkelanjutan,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, dalam keterangan pers pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, Kamis (2/5/2024).
Baca juga: Indonesia Masih Hadapi Tantangan Kualitas Pendidikan
Haedar menggarisbawahi agar perumus kebijakan pendidikan serius membangun pendidikan yang holistik, tidak hanya mengutamakan aspek akademis dan teknis, tetapi juga menekankan pengembangan jiwa dan karakter yang kokoh bagi generasi penerus bangsa.
”Hanya dengan pendekatan yang komprehensif, Indonesia dapat menghasilkan insan-insan yang berdaya saing tinggi dan memiliki kontribusi yang berarti dalam membangun bangsa yang lebih baik,” ucap Haedar.
Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknlogi Nadiem Anwar Makarim dalam Rembuk Komunitas dan Temu Nasional Kartu Indonesia Pintar Kuliah 2024, lima tahun terakhir transformasi pendidikan dilakukan lewat kebijakan Merdeka Belajar. Hasilnya mulai dirasakan siswa, pendidik, orangtua, dan masyarakat. Karena itu, keberlanjutan Merdeka Belajar harus terus diupayakan.
”Merdeka Belajar ini tidak ada artinya jika tidak ada dukungan dari komunitas. Kami ingin Merdeka Belajar menjadi gerakan komunitas dan masyarakat agar pemerintah dan pemerintah daerah punya komitmen melanjutkannya,” ujarnya.
Hanya dengan pendekatan yang komprehensif, Indonesia dapat menghasilkan insan-insan yang berdaya saing tinggi dan memiliki kontribusi yang berarti dalam membangun bangsa yang lebih baik.
Menurut Nadiem, pada awalnya Merdeka Belajar belum dipahami. Kini dampaknya mulai dirasakan dengan aktivitas pembelajaran di ruang kelas menyenangkan. Para guru penggerak dan agen perubahan Merdeka Belajar di daerah-daerah diharapkan mewujudkan semangat Merdeka Belajar untuk transformasi pendidikan holistik dan berkelanjutan guna mendukung kemajuan Indonesia.
”Harapan saya, komunitas dan masyarakat yang menuntut keberlanjutan Merdeka Belajar,” tegas Nadiem.
Bangun karakter
Tak hanya menyoroti aspek kebijakan dan struktur pendidikan, Haedar juga mengingatkan pentingnya membangun generasi Indonesia yang memiliki jiwa dan karakter kuat. Karena itu, pendidikan nasional tidak boleh hanya jadi pabrik yang menghasilkan ”robot-robot” pekerja yang tidak memiliki jiwa dan akal budi. Pendidikan jangan menghasilkan individu mekanis dan kurang memiliki kedalaman jiwa.
”Membangun Indonesia melalui pendidikan haruslah meliputi jiwa dan raga. Pendidikan nasional tidak boleh mengabaikan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya luhur bangsa,” tegas Haedar.
Baca juga: Jangan Abaikan Pendidikan Karakter
Menurut Haedar, pendidikan Indonesia harus menghasilkan insan-insan kuat dalam religiusitasnya, berakar pada iman dan takwa, dengan akhlak mulia, berilmu, mahir dalam penguasaan teknologi, serta memiliki keahlian dalam berbagai bidang. Mereka juga diharapkan menjadi individu berjiwa sosial, mampu hidup secara bergotong royong dan berkontribusi bagi kemajuan masyarakat.
Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah menegaskan, pendidikan adalah kunci kemakmuran masa depan bangsa. Pendidikan membuka jendela dunia, arti pendidikan sesungguhnya bukan sekadar gelar, melainkan bagaimana orang bisa menjadi manusia yang bermanfaat untuk diri sendiri, bangsa, dan negara, serta mampu mengimplementasikan ilmu untuk kemajuan bangsa ke depannya.
Menurut Ferdiansyah, pendidikan harus menjadi proses memanusiakan manusia dalam upaya mencerdaskan. Dengan demikian, pendidikan yang seharusnya dikembangkan adalah yang dapat menanamkan nilai-nilai budaya dan membentuk karakter positif dari setiap anak bangsa.
”Jadi hasil dari pendidikan adalah menjadikan kita memiliki pola pikir dan pola tindak yang lebih baik, serta memperhatikan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Ferdiansyah.
Peran swasta
Haedar mengingatkan perumus kebijakan pendidikan untuk menguatkan kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Sebab, sektor swasta juga berperan penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia, terutama yang berbasis pada gerakan sosial keagamaan.
Hal ini meliputi, antara lain, dilakukan lembaga-lembaga seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Taman Siswa yang memiliki sejarah panjang dalam memberikan kontribusi signifikan bagi pendidikan nasional serta perjuangan kemerdekaan.
”Hanya dengan bekerja secara bersama-sama, Indonesia dapat membangun sistem pendidikan yang inklusif dan merata, serta mendorong kemajuan pendidikan untuk generasi mendatang,” kata Haedar
Baca juga: Sekolah Swasta Bukan Ancaman
Menurut Haedar, menjadi naif apabila ada pikiran-pikiran dalam perumusan kebijakan pendidikan nasional yang memarjinalkan peran swasta kemasyarakatan-keagamaan. Dengan mempertentangkan sektor publik dan swasta dalam pendidikan, hal itu hanya menghambat upaya pembangunan pendidikan secara holistik. ”Perumus kebijakan justru harus integratif dan proporsional,” tegas Haedar.