Dunia seni kerap terkendala dana sehingga jalannya terseok-seok. YLTN dan IDF memecahkannya lewat penggalangan dana.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·4 menit baca
Jalan tari masih menjadi jalan sunyi. Tidak mudah menarik perhatian, apalagi sampai mendorong orang-orang untuk bergerak menghidupinya. Namun, Yayasan Loka Tari Nusantara (YLTN) dan Indonesian Dance Festival (IDF) menemukan cara baru untuk mencari aliran dana agar tari terus bergerak.
Malam itu, Kamis (2/5/2024), Dian Sastrowardoyo berkebaya warna cerah naik panggung disusul aktor Reza Rahadian, serta dua penari, Rianto dan Boby Ari Setiawan, di The Dharmawangsa, Jakarta. Mereka membawakan tarian naratif bertajuk Akar Menjalar dalam Tubuh yang Tumbuh yang dikoreografi Elly D Lutan.
Tari itu menggambarkan tarikan pandangan tentang tradisi. Di satu sisi, tradisi dianggap sesuatu yang sudah mati dan tak lagi punya arti. Di sisi lain, muncul kelompok yang meyakini bahwa tradisi masih hidup dan bisa menjadi pijakan bagi dinamika masa kini.
Tradisi yang diwakili sosok Dian Sastrowardoyo malam itu berujar, ”Jika aku yang menciptakan segala hal ihwal yang menyangkut dirimu, itulah yang jadi garis tangan hidup kita. Itulah yang nanti akan menyusun sejarah masa-masa keindahan tersemai dalam tubuhmu.”
Ungkapan itu mengandung optimisme bahwa tradisi bukan sesuatu yang stagnan, bukan barang mati. Dia menjadi fondasi penting bagi bangunan nilai peradaban. Oleh karena itu, benar kiranya yang diucapkan Reza untuk mewakili perkembangan zaman. ”Aku yang kini berdiri di hadapanmu adalah samudra mahabening yang memantulkan tubuhmu dari ketinggian langit. Hamparan warna biru yang teduh pertanda rasa cinta yang dalam kepadamu.”
Dua kutipan narasi yang ditulis Putu Fajar Arcana dan dibacakan Dian Sastrowardoyo dan Reza Rahadian itu menjadi pijakan YLTN dan IDF, bahwa tari harus tetap hidup dan menghidupi. Dia bukan parasit yang selalu menyedot energi. Sebaliknya, tari adalah kutup resiprokal bagi kehidupan sehingga keduanya, kehidupan dan tari, saling mengisi. Untuk itu, IDF yang memasuki 32 tahun berkiprah ini tidak berniat berhenti, sungguhpun itu bukan langkah mudah, terutama dalam konteks pencarian dana.
Ada semangat filantropi yang kuat untuk turut memajukan seni pertunjukan di Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan festival tari tahun ini, IDF perlu biaya Rp 4,98 miliar dan baru terpenuhi Rp 3,64 miliar. Artinya, butuh dana sedikitnya Rp 1,33 miliar lagi. Pengurus YLTN dan IDF kemudian berunding mengatur strategi selain meminta bantuan dari pemerintah atau lembaga donor.
Muncul gagasan Malam Penggalangan Dana di The Dharmawangsa, Jakarta, tersebut. Acara ini dibuka dengan penampilan Dian Sastrowardoyo, Reza Rahadian, Rianto, dan Boby Ari Setiawan. Undangan lalu digiring ke ruang gala dinner untuk menikmati soto ayam lamongan dan nasi campur. Sembari menikmati makanan, panitia menggelar lelang.
Malam Penggalangan Dana ini melelang karya seni karya seniman dari berbagai disiplin. Mereka antara lain pematung senior Dolorosa Sinaga, desainer Merdi Sihombing dan Didiet Maulana, jenama perhiasan Tulola, perupa Titiek Zulkifli, dan wartawan sekaligus seniman Putu Fajar Arcana. Karya-karya mereka dipresentasikan di area foyer Nusantara tempat acara berlangsung.
Sebelum lelang dimulai, panitia memberikan informasi bahwa penampil malam itu, Dian Satrowardoyo dan Reza Rahadian, turut menyumbang kain koleksinya untuk dilelang. Gerakan susulan itu sebagai bentuk dukungan mereka terhadap dunia tari. Karya-karya mereka dipajang di area foyerNusantara tempat acara berlangsung.
Biro spesialis lelang karya seni Indonesia, Sidharta Auctioneer, memimpin jalannya lelang secara langsung ataupun jarak jauh (silent auction). Lelang berjalan dalam suasana hangat dan kadang kompetitif. Beberapa item yang dilelang memunculkan perang penawaran, seperti ketika kain koleksi Reza dan kebaya karya Didiet dilelang. Malam itu dana yang terkumpul mencapai Rp 430 juta dari lelang barang-barang seni dan penjualan kursi dalam acara ini.
Direktur IDF Ratri Anindyajati menjelaskan bahwa acara ini sudah disiapkan sejak dua tahun lalu. Melihat antusiasme pengunjung, dia menilai bahwa peminat seni di Indonesia memiliki kepedulian untuk memberi dampak bagi ekosistem seni dan budaya.
”Ada semangat filantropi yang kuat untuk turut memajukan seni pertunjukan di Indonesia. Peran tim IDF adalah terus bekerja untuk menghubungkan filantropis individual maupun lembaga dengan pelaku di komunitas tari, demi merawat nilai-nilai yang IDF telah perjuangkan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua TLTN Nungki Kusumastuti yang gembira melihat proses penggalangan dana malam itu mengatakan, ”Kami tidak punya pengalaman. Ini baru pertama kali kami mencoba mencari dana dengan cara lelang.”
Dia optimistis bahwa cara baru ini memberikan prospek cerah. Untuk itu, dia bersama YLTN dan IDF akan mengembangkannya di tahun mendatang dengan lebih baik. Malam itu memang sebagian pengunjung berharap jumlah barang seni yang dilelang bisa lebih banyak sehingga lebih seru dan bisa mengumpulkan dana lebih banyak.
Itu pertanda bahwa cara baru YLTN dan IDF dalam menggalang dana mendapat tempat di hati publik. Cara baru ini bisa ditiru bidang lain, seperti sastra dan teater, yang selama ini kerap kekurangan sumber dana.