Belum bisa dipastikan motif tiga tersangka pembunuhan berantai yang menelan sembilan korban tewas. Dugaan penganut keyakinan mencuat setelah salah satu tersangka mencoba membunuh tetangganya.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Motif pembunuhan sembilan orang oleh Wowon Erawan alias Aki (60), Solihin alias Duloh (63), dan MDS alias Dede (35) diduga bukan karena alasan ekonomi semata. Hal itu karena anak kandung Wowon turut dibunuh dan salah satu tetangganya, yakni Ujang Zaenal Mustofa (54), diracun dengan maksud untuk membuang sial.
Kepala Bidang Kehumasan Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, penyidik masih terus mendalami motif pembunuhan dari ketiga tersangka meski sementara diduga kuat motifnya adalah ekonomi. Hal itu didukung dengan hasil penyelidikan bahwa terdapat nominal berjumlah Rp 1 miliar.
”Penyidik masih harus mendalami aliran keluar masuknya uang pada buku rekening pelaku. Dengan demikian, dapat ditelusuri uang tersebut digunakan untuk apa dan menentukan sejak kapan motif ekonomi itu dimulai,” kata Trunoyudo kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin (23/1/2023).
Secara terpisah, Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Indrawienny Panjiyoga menyampaikan, buku rekening yang digunakan para tersangka untuk menghimpun dana dibuat atas nama Dede. Meski demikian, kartu ATM secara fisik berada di tangan Wowon.
”Aliran dana itu berasal dari beberapa korban TKW secara total ya, kurang lebih Rp 1 miliar. Uang tersebut ditransfer secara rutin per bulan sejak rekening dibuat pada April 2019. Kami masih mencari tahu siapa saja TKW tersebut,” kata Indrawienny saat dihubungi dari Cianjur.
Dari sembilan jumlah korban para tersangka, lima di antaranya merupakan TKW, yakni Ai Maemunah (40) yang berangkat ke Oman sekitar tahun 2013, Halimah yang berangkat sekitar tahun 2011 ke Arab Saudi, Wiwin yang tahun 2000-an menjadi TKW, Siti, serta Faridah. Berdasarkan pengakuan para tersangka, mereka mengelabui para korbannya dengan iming-iming kesuksesan serta kekayaan melalui kekuatan supranatural.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi, Jumat (20/1/2023), mengatakan, pihaknya masih mendalami kemungkinan adanya motif lain di luar ekonomi. Kemungkinan tersebut muncul lantaran tersangka turut merenggut nyawa bocah berusia dua tahun.
Tidak melihat unsur kemendesakan atau urgensi bagi para pelaku untuk membunuh anggota keluarganya. Yang lebih realistis adalah kebutuhan akan tumbal.
Seperti diberitakan sebelumnya, enam dari sembilan korban pembunuhan berantai, yakni Ai Maemunah, Noneng, Wiwin, Siti, Farida, dan Halimah, merupakan perempuan yang memiliki kedekatan dengan Wowon. Lalu, tiga korban lainnya, yakni RA (23), dan MR (17) adalah anak tiri Wowon, serta B (2) adalah anak kandung Wowon dari pernikahannya dengan Maemunah.
Tumbal
Dosen Kriminologi Universitas Indonesia, Andrianus Meliala, mengatakan, terdapat tiga motif dalam kasus pembunuhan tersebut, yakni penggandaan uang, penghilangan nyawa, dan penipuan. Lalu, ketiga motif itu dilakukan secara bersama-sama dan terencana.
”Saya tidak melihat unsur kemendesakan atau urgensi bagi para pelaku untuk membunuh anggota keluarganya. Yang lebih realistis adalah kebutuhan akan tumbal,” ujar Adrianus.
Adrianus berpendapat, di antara para tersangka atau bahkan ketiganya menganut keyakinan tertentu. Dalam keyakinan tersebut, kekayaan ataupun kekuatan yang diinginkan para tersangka dapat tercapai melalui adanya tumbal.
Terkait motif ekonomi dengan modus penipuan itu, lanjut Adrianus, para tersangka cenderung tidak akan puas dan terus berlanjut. Maka, bagi Adrianus, polisi sebaiknya terus mendalami kasus ini karena jumlah korban berdasarkan waktu kejadiannya berpotensi bertambah.
”Mungkin kemampuan klenik pelaku dianggap sudah menurun sehingga untuk mengembalikannya, pelaku perlu memberikan tumbal. Sebagai bentuk pengorbanan, pelaku pun membunuh orang-orang terdekat yang dianggap berharga, termasuk darah dagingnya sendiri,” ucap Adrianus.
Sebelumnya, jasad B (2) ditemukan terkubur dalam lubang 1 meter x 1 meter di halaman sebelah rumah Wowon. Pihak keluarga maupun tetangga sekitar tidak mengetahuinya lantaran Wowon mengaku hendak membuat saluran air atau tangki septik saat membuat lubang tersebut.
Selain itu, polisi juga mengungkapkan fakta terbaru jika Duloh mencoba untuk meracuni tetangganya sendiri, yakni Ujang. Kepada polisi, Duloh mengaku perbuatan tersebut dilakukan atas perintah Wowon untuk membuang sial pasca-pembunuhan di Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
”Modusnya dengan memasukkan dua bungkus racun sisa dari Bekasi ke dalam satu saset kopi yang diletakkan di pagar depan rumah Ujang,” ucap Trunoyudo (Kompas.id, 22/1/2023).
Saat itu, Jumat (13/1/2023) petang, Ujang tidak tahu jika sebungkus kopi yang tergeletak di depan rumahnya adalah kopi beracun. Dari keterangan Ujang, kopi tersebut terasa berbeda dengan kopi yang biasa dia minum. Selain itu, Ujang juga merasa bungkus kopi tersebut cenderung lebih mudah dibuka dari bungkus kopi biasanya.
”Rasanya aneh sehingga saya minumnya sedikit. Habis itu langsung saya buang sisanya,” ujar Ujang.
Tidak sampai satu menit, Ujang seketika merasa pusing dan sesak napas. Sekujur tubuhnya pun turut bergetar setelah meminum kopi itu. Setelah itu, Ujang tidak ingat lagi apa yang terjadi. Beruntung nyawanya selamat setelah dibawa ke rumah sakit.
Salah seorang tetangga Duloh yang rumahnya berada di depan rumah Duloh sempat melihat tingkah laku Duloh yang tidak biasa, tepatnya pada malam yang sama saat Ujang keracunan. Saat itu, Duloh terlihat mondar-mandir di depan rumahnya seakan merasa gelisah. Namun, ketika ditanya apa yang dia lakukan, Duloh hanya mengangguk.
Hal yang sama turut disaksikan oleh Nur Hayati (52), istri Ujang. Pada saat suaminya tengah dirawat di rumah sakit, ia sempat beberapa kali melihat gelagat aneh Duloh yang mondar-mandir di depan rumahnya.