Empat Tahun Beroperasi, MRT Jakarta Siap Melayani Lebih Jauh
MRT Jakarta masuk tahun keempat operasi komersial. Teruji pada isu layanan, keamanan, keselamatan, operasi, dan pemeliharaan, MRT Jakarta ingin kian berprestasi dengan menjadi guru bagi operator baru MRT di negara lain.
Apa yang dirasakan warga Ibu Kota dan sekitarnya dengan kehadiran MRT Jakarta empat tahun terakhir? Jawabannya beragam. Pernyataan terkait kepuasan layanan, ketepatan waktu, perjalanan yang selamat, hingga bisa menjadi angkutan umum andalan paling sering diutarakan penggunanya.
Wulansari (36), warga Rawa Belong, Jakarta Barat, yang berkantor di daerah Fatmawati menyatakan, ia menjadikan MRT Jakarta sebagai angkutan ke kantornya, menyambung layanan ojek daring dari rumah ke Stasiun Istora, kemudian ke Stasiun Fatmawati. Ia puas karena kedatangan dan keberangkatan kereta selalu pas.
”Dari waktu tunggu juga tak ada masalah. Kebersihan cukup. Keamanan juga baik dan banyak satuan keamanan yang dikerahkan,” ujarnya.
Ia punya harapan, MRT Jakarta akan menambah fasilitas lift bagi ibu hamil, orang lanjut usia, penumpang yang membawa kereta bayi, dan pengguna kursi roda.
”Sudah ada, tapi semoga bisa ditambahkan karena hak mereka juga harus diperhatikan. Selain itu, saya berharap tulisan yang lebih besar lagi untuk direktori dan peta. Kemudian jeda antara gerbong dan platform bisa diperbaiki lagi karena jaraknya masih terlalu jauh dan itu berbahaya,” katanya.
Lain Wulansari, lain pula pendapat Aji Aditya (43). Pekerja kreatif yang tinggal di Depok, Jawa Barat, itu sering harus menemui kliennnya di kawasan Blok M, Jakarta.
”Sejak ada MRT, saya memilih memarkir mobil di Stasiun Depok Baru, saya naik kereta komuter, lalu berganti MRT di Stasiun Sudirman-Stasiun Dukuh Atas. Saya tidak capai di perjalanan. Nyaman keretanya,” ujarnya.
Baca juga: Ho Chi Minh City Metro, MRT Perdana Vietnam Menimba Ilmu ke Jakarta
Dengan panjang layanan yang baru 16 km terbentang dari Lebak Bulus ke Bundaran HI, penumpang mendapatkan pengalaman perjalanan yang memuaskan mereka.
”Bahkan kalau kubilang, sudah bisa menyamai MRT Singapura. Masalah di angkutan umum kita itu soal ketepatan waktu, keamanan, dan keselamatan. Dengan MRTJakarta, saya bisa menentukan waktu perjalanan saya,” kata Aji.
Standar layanan internasional yang mampu dihadirkan MRT Jakarta hari ini tidaklah semudah membalik tangan. Masih ingat di awal operasi, tepatnya setelah peresmian operasi pada 24 Maret 2019 silam, banyak ditemukan penumpang yang terkaget-kaget dengan layanan MRT.
Kala itu, penumpang banyak yang membuang sampah sembarangan di pintu masuk stasiun, di dałam stasiun. Penumpang anak-anak ditemukan bergelantungan dengan pegangan kereta. Belum lagi penumpang yang tidak tertib mengantre masuk kereta hingga makan dan minum di dalam kereta.
Sebagai moda transportasi perkotaan yang terbilang baru bagi Jakarta, perilaku penumpang MRT Jakarta sempat menjadi sorotan media internasional. Terkait perilaku bertransportasi mengganggu itu bisa ditertibkan oleh PT MRT Jakarta itu baru satu sisi pencapaian.
Awal-awal operasi, kami bersiaga 24 jam setiap hari. Kita andal dalam mengoperasikan kereta, tetapi tidak di pelayanan. Layanan kami berantakan sekali.
Ketika penumpang membeludak, ternyata mesin pembayaran MRT sempat bermasalah. Itu isu terpisah yang diikuti dengan perbaikan demi perbaikan.
”Awal-awal operasi, kami bersiaga 24 jam setiap hari. Kita andal dalam mengoperasikan kereta, tetapi tidak di pelayanan. Layanan kami berantakan sekali,” kata Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Muhammad Effendi dalam wawancara, Kamis (16/3/2023).
Enam bulan pertama operasi, itu masa-masa manajemen MRT Jakarta memadamkan api. Setiap hari ada masalah.
”Mungkin kalau kita ingat mulai dari CEO-nya turun, sampai semua pegawai kosong di kantor MRT. Semua turun ke stasiun, mendapati kesalahan, mengevaluasi, dan memperbaiki,” kata Effendi.
Baca juga: Ikuti Jejak Ho Chi Minh, Tim Dhaka Metro Berguru ke MRT Jakarta
Dari kesalahan demi kesalahan, masalah demi masalah, juga demi perbaikan dan meningkatkan kualitas layanan, operasi, dan pemeliharaan sarana prasarana, Effendi berpikir, tim MRT Jakarta mesti belajar dari operator MRT luar yang sudah teruji.
Tim MRT pun belajar ke Jepang tentang pemeliharaan sarana dan prasarana yang benar, ke Hong Kong untuk belajar manajemen operasi, ke Singapura untuk belajar konstruksi, ke India dan Thailand untuk belajar tentang keamanan dan keselamatan. ”Di Thailand dan India, untuk keamanan paling parah. Kita belajar dari mereka,” kata Effendi.
MRT juga mengirim tim ke Malaysia untuk belajar mengemudikan kereta. Kemudian ke Korea Selatan dan mendapati operator di negara itu lebih banyak menggunakan teknologi berupa robot-robot dalam pengelolaan MRT.
”Semua metode tidak bisa kita tiru dan terapkan begitu saja. Kita ambil praktik-praktik baik, kita susun SOP, panduan, dan manual yang mendukung pelayanan, operasi, dan pemeliharaan. Sekarang kita punya kiblat sendiri, kiblat Indonesia,” kata Effendi.
Dengan didanai dari dana pinjaman Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA), jelas sekali Jepang berupaya mengintroduksi teknologi dan layanan bercirikan Jepang.
Namun, hasil pembelajaran ke tujuh negara dan dari pengalaman yang dijalani, diputuskan supaya sesuai dengan kultur Indonesia menyebabkan Direktorat Operasi dan Pemeliharaan MRT Jakarta menambah lagi dua divisi. Satu divisi tambahan, yaitu divisi kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan, kualitas, dan fasilitas. Satu lagi, divisi keterikatan konsumen atau customer engagement untuk pelayanan.
”Jepang dan Singapura tidak perlu petugas keamanan karena penumpang sudah sangat tertib. Negara maju tidak ada itu, di kita masih perlu,” kata Effendi.
Alhasil, selama empat tahun hadir di tengah-tengah warga Ibu Kota dan sekitarnya, MRT Jakarta tidak hanya sudah mengubah wajah Jakarta, tetapi juga pola layanan antarmoda transportasi dengan adanya integrasi angkutan, hingga mendorong integrasi fisik.
Itu menjadi cara untuk meningkatkan jumlah penumpang. Untuk layanan dan operasi, dengan standar layanan yang dijaga, per Februari 2023 tercatat untuk ketepatan waktu kedatangan kereta antarstasiun 100 persen, ketepatan waktu berhenti di stasiun 100 persen, dan ketepatan waktu tempuh kereta per lintas juga 100 persen.
Baca juga: Cerita Turun Mesin Perdana MRT Jakarta Setelah Empat Tahun Beroperasi
Sebagai operator baru, JICA pun menyoroti kerja keras MRT Jakarta dari nol ke titik sekarang ini. Kesempatan untuk membagikan pengalaman dan pemecahan masalah bagi operator MRT baru di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan, juga sebagai strategi memasuki pasar internasional, datang saat JICA mengapresiasi keberhasilan MRT Jakarta.
JICA memberi kepercayaan bagi MRT Jakarta untuk menjadi tempat bagi operator-operator MRT baru di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan untuk belajar pengelolaan dan pemecahan masalah. Pertama pada Oktober 2022 untuk operator baru dari Vietnam, Ho Chi Minh Metro, dan kedua pada Maret 2023 untuk Dhaka Metro, Bangladesh.
Shigeo Honzu, perwakilan JICA untuk Indonesia, dalam pembukaan pelatihan bagi tim Dhaka Metro, juga mengungkapkan bagaimana di tahun awal operasi, MRT Jakarta mengalami banyak kesulitan dan masalah. Namun, MRT Jakarta berhasil mengatasi dan melalui masa-masa sulit itu.
MRT Jakarta, disebutkan Honzu, dalam empat tahun operasi ini tidak hanya memiliki pengalaman dan pengetahuan, tetapi juga kemampuan untuk menciptakan kembali ide-ide atau pengetahuan terkait pengelolaan dan operasi MRT yang sukses. SDM yang dimiliki MRT Jakarta juga terus dikembangkan untuk memiliki kompetensi itu.
”MRT Jakarta dengan pengalaman, pengetahuan, dan keberhasilan mengatasi permasalahan akan berguna bagi Dhaka Metro untuk belajar,” kata Honzu.
Mengacu pada pengalaman-pengalaman dan cara menghadapi dan mengatasi masalah pada aspek operasi dan pengelolaan MRT, lanjut Effendi, hal-hal itulah yang akan dibagikan dan ditularkan kepada operator baru yang membangun dan mengoperasikan MRT dengan pinjaman JIC.
”Di pelatihan, saat melihat foto-foto penumpang dan layanan kita di awal operasi yang berantakan, saya bilang, kalian jangan tertawa. Kalian bisa mengalami hal ini,” kata Effendi.
MRT Jakarta, lanjut Effendi, tidak menginginkan para operator baru mengalami hal itu. Ini menjadi aspek yang mesti disiapkan dan diantisipasi oleh operator baru yang tidak ada dalam manual yang disusun Jepang. Demikian juga dengan organisasi MRT yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kultur.
MRT Jakarta mau ambil peran untuk berbagi ilmu, juga menjadi tempat belajar bagi operator lain. Kesempatan itu, ibarat burung, adalah untuk mengepakkan sayap lebih tinggi, mengular lebih panjang, menjangkau dan melayani lebih banyak orang.
”Kesempatan itu juga menjadi strategi MRT Jakarta memasuki pasar internasional, mulai dari pasar Asia Tenggara, Asia Selatan, dan nantinya Afrika,” kata Effendi.
Ambil peran ini harus dilakukan karena memang itu merupakan bagian dari ekstensifikasi kepengusahaan MRT Jakarta.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Haris Muhammadun menyatakan, boleh-boleh saja dan sah-sah saja ketika MRT Jakarta dengan kemampuannya sekarang, paling tidak menjadi pemimpin di Asia Tenggara, di luar Singapura, juga Asia Selatan. MRT Jakarta bisa dicontoh oleh negara-negara lain yang memang belum mengembangkan MRT seperti Bangladesh.
MRT Jakarta, menurut Haris, meski masih sepenggal adalah contoh yang sangat baik dibandingkan dengan yang lainnya. Itu bisa dilihat dari sisi kemampuan layanannya, dari sisi komitmen konstruksi terhadap kenyamanan, terhadap keselamatan, termasuk juga terhadap disabilitas.
”Ambil peran ini harus dilakukan karena memang itu merupakan bagian dari ekstensifikasi kepengusahaan MRT Jakarta,” ujar Haris.
Baca juga: Tiga Tantangan Konstruksi Bawah Tanah MRT Rute Glodok-Kota
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Aditya Dwi Laksana juga menyatakan, upaya MRT Jakarta ini sesuai misinya untuk menjadi rujukan, menjadi role model, menjadi pembimbing bagi pengembangan perkeretaapian khususnya MRT di negara-negara berkembang lainnya.
Kebetulan, Indonesia menjadi yang lebih awal mengembangkan MRT yang diadopsi dari Jepang. ”Jadi kalau MRT Jakarta mau transfer pengetahuan, karena ini sudah memasuki tahun keempat operasi dan MRT Jakarta kian matang. MRT Jakarta memiliki pembelajaran itu semua dan menjadi seperti kakak bagi negara-negara itu,” kata Aditya.
Apalagi dengan konstruksi yang terus-menerus, melalui konstruksi Jepang dan Indonesia, setidaknya itu makin mengayakan pengetahuan, kompetensi, dan pengalaman MRT Jakarta yang dengan intensif melakukan konstruksi.
Baik Haris ataupun Aditya menggarisbawahi, berekspansi atau melakukan ekstensifikasi boleh-boleh saja. MRT Jakarta tidak boleh mabuk pujian dan melupakan pekerjaan rumah di internalnya.
Baca juga: Layanan MRT Perlu Dibenahi
Haris menyoroti dengan layanan dan operasi yang sudah bagus, bagaimana MRT Jakarta yang belajar ke MTR Hong Kong bisa memastikan proporsi pendapatan dari aspek nontiket atau non fare box (NFB) dan aspek penjualan tiket atau fare box.
Disebutkan Effendi, strategi masuk ke pasar Asia Tenggara dan Asia Selatan dari aspek konsultansi menjadi cara MRT Jakarta mendapatkan NFB. Apalagi dalam waktu dekat, MRT Jakarta juga akan menjadi operator bayangan (shadow operator) bagi Ho Chi Minch City Metro yang segera beroperasi komersial di 2023 ini. Di dalam negeri, MRT Jakarta juga membantu pengembangan LRT Palembang.
”Ini akan men-generate revenue MRT dari aspek NFB,” kata Effendi.
Namun Haris tetap menekankan, untuk bisa mendapatkan proporsi NFB dan FB, konsep pengelolaan infrastruktur, tiket, dan sebagai operator baiknya dipisah. Utamanya untuk membentuk perusahaan yang sehat.
Aditya menyoroti, merupakan kebanggaan ketika MRT Jakarta dinilai credible dan memiliki kompetensi untuk mengembangkan perkeretaapian di negera lain. Namun, itu tidak cukup membanggakan ketika yang turut dikembangkan adalah sarana dan teknologi yang diimpor dari negara lain.
Untuk itu, Aditya menyarankan MRT Jakarta untuk mulai memiliki peta jalan (road map) yang menyeluruh terhadap pengembangan sarana dan teknologi perkeretaapian dalam negeri. Utamanya dengan mempertimbangan kesiapan dan kemandirian industri perkeretaapian dalam negeri; kompetensi dalam hal alih teknologi, pengembangan, riset; serta kompetensi SDM profesional teknis perkeretaapian.
Dengan begitu, MRT Jakarta akan punya jawaban, di fase ke berapa dalam pengembangan rute, MRT Jakarta lebih banyak menggunakan sarana dan teknologi perkeretaapian perkotaan karya anak bangsa.