Gandeng Swasta, Fase 4 MRT Perlu Investasi Rp 17 Triliun
Dibandingkan dengan fase 1, pendanaan fase 4 ini lebih besar meski rute lebih pendek. Fase 1 dengan 16 km menelan pembiayaan Rp 16 triliun, fase 4 dengan 10,9 km diperkirakan menelan Rp 17 triliun.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fase 4 MRT Jakarta koridor Fatmawati-Kampung Rambutan ditargetkan mulai dibangun pada 2025. Untuk pembangunan koridor MRT sepanjang 10,9 km itu diperkirakan memerlukan pendanaan sekitar Rp 17 triliun dari pihak swasta. Ini akan menjadi koridor MRT pertama yang dibangun dengan dana non-APBD ataupun non-APBN melalui skema public private partneship.
Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) Tuhiyat dalam Forum Jurnalis MRT Jakarta, Selasa (6/12/2022), menjelaskan, untuk pembangunan fase 4 itu sudah melalui perjalanan cukup panjang. Dimulai dari pre-FS (feasibility study) pada November 2020, lalu diikuti masuknya surat pernyataan minat untuk partisipasi pembangunan fase 4 oleh Korea Overseas Infrastructure and Urban Development Corporation (KIND) pada 1 Oktober 2021.
Kemudian, ada penyampaian FS kepada Pemprov DKI Jakarta, penyampaian letter of intent kepada Menteri Perhubungan oleh konsorsium KIND, Korea National Railway (KNR), dan Samsung C&T. Juga tanggapan dari Kementerian Perhubungan.
Proses itu berpuncak pada ajang G20 November lalu. Tepatnya pada 14 November 2022 Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bersama Menteri Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Korsel, Won Hee-Ryong menandatangani memorandum of understanding (MoU) tentang pembangunan fase 4 MRT Jakarta koridor Fatmawati-Kampung Rambutan. Dalam kesempatan itu hadir pula Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Dubes RI untuk Korsel Gandi Sulistiyanto.
Tuhiyat melanjutkan, dari pre kajian sementara koridor Fatmawati-Kampung Rambutan akan menjadi koridor MRT yang mengisi sisi selatan Jakarta. Terbentang sejauh 10,9 km, trek dan stasiun fase 4 akan hadir sebagai konstruksi bawah tanah atau underground. Akan ada 10 stasiun dan satu depo di Kampung Rambutan.
”Fase 4 akan sepenuhnya bawah tanah atau underground dengan keperluan pendanaan untuk pembangunan Rp 17 triliun,” kata Tuhiyat.
Dibandingkan dengan fase 1 yang sepanjang 16 km, pendanaan fase 4 ini lebih besar meski rute lebih pendek. Fase 1 dengan 16 km menelan pembiayaan Rp 16 triliun, fase 4 dengan 10,9 km diperkirakan menelan Rp 17 triliun.
“Karena fully underground, dirupiahkan sekitar Rp 17 triliun. Kurs juga berubah,” kata Tuhiyat.
Potensi itu akan bertambah menjadi 158.000 orang per hari di 2035
Dengan pembangunan yang direncanakan mulai 2025, fase 4 ditargetkan selesai pada 2030. Dari pre kajian juga, dengan melihat kawasan permukiman yang dilalui fase 4, ada potensi 97.000 penumpang per hari.
”Potensi itu akan bertambah menjadi 158.000 orang per hari di 2035,” ujar Tuhiyat.
Fase 4 akan menjadi koridor MRT pertama yang dibangun dengan pendanaan dari swasta atau tidak menggunakan dana APBD ataupun APBN, yaitu dengan skema public privat partnership (PPP).
Bila melihat MRT Jakarta fase 1 dan fase 2A serta fase 2B, pembangunan dilakukan dengan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA).
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana menyatakan pembangunan underground dimungkinkan apabila lahan yang tersedia terbatas. Namun, memang biaya menjadi lebih mahal.
Dengan konstruksi bawah tanah, ia menekankan pentingnya penempatan pintu keluar masuk stasiun bawah tanah yang terintegrasi dengan baik dengan angkutan umum atau angkutan massal lainnya. Untuk itu, disediakan lay bay atau cerukan untuk angkutan umum lainnya berhenti menurunkan dan menaikkan penumpang, memperhatikan adanya bus pengumpan, kanopi, dan lainnya.
Untuk membangun fase 4 ini, Tuhiyat melanjutkan, saat ini MRT Jakarta menunggu dukungan dari pemerintah pusat juga Pemprov DKI Jakarta. Dukungan yang dimaksud berupa kepastian implementator atau PJPK dan peranan MRT Jakarta.
Pinjaman tahap II untuk fase 2A
Beriringan dengan MoU fase 4, MRT Jakarta juga tengah mengurus pencairan tahap kedua atas pinjaman bagi pembangunan fase 2. Seperti diketahui, untuk pembangunan fase 2A sesuai estimasi 2018, pendanaan yang disetujui JICA Rp 22,6 triliun. Namun, angka itu kemudian membengkak menjadi Rp 25,3 triliun sesuai estimasi 2022 karena sejumlah faktor.
Pinjaman dari Pemerintah Jepang itu tidak cair dalam bentuk gelondongan, melainkan secara bertahap atau disebut juga time sliced loan. Sliced loan atau pinjaman tahap pertama sudah cair pada 2018. Dengan kurs mata uang Jepang, Yen, waktu itu pinjaman tahap pertama senilai Rp 8 triliun.
Pinjaman tahap pertama ini diperkirakan akan habis pada Maret 2023. Supaya pembangunan fase 2A lancar, MRT Jakarta tengah mengajukan kembali pinjaman tahap kedua. Untuk pengajuan ini dibutuhkan proses 4-6 bulan untuk memproses tahapan berikutnya.
”Proses 4-6 bulan itu kita mulai sekarang, supaya di Maret 2023 pinjaman bisa masuk,” kata Tuhiyat.