Terlibat Penganiayaan David, AG Dituntut Pidana 4 Tahun
AG dinilai terbukti terlibat dalam tindak pidana penganiayaan berat terencana terhadap Cristalino David Ozora. Atas perbuatannya, AG dituntut pidana 4 tahun di LP Anak.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — AG (15), anak berkonflik dengan hukum dalam perkara penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora (17), dituntut pidana 4 tahun pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Selanjutnya, pihak AG akan menyampaikan pembelaan terhadap tuntutan maksimal yang disampaikan jaksa penuntut umum.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang tuntutan yang dibacakan jaksa dengan terdakwa AG secara tertutup, Rabu (5/4/2023). Ini merupakan sidang keenam terhadap AG yang dimulai Rabu pekan lalu. Hari ini, AG didampingi ibu dan walinya.
Di luar sidang, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaeman Ahdi menyampaikan, jaksa menuntut majelis hakim agar memvonis AG terbukti bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan primer berdasarkan Pasal 355 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau tindak pidana penganiayaan berat terencana.
”Terhadap yang bersangkutan salah satunya dituntut LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) selama 4 tahun,” kata Syarief kepada awak media.
Pidana itu, menurut jaksa, patut diberikan karena AG memenuhi semua unsur dakwaan dari pemeriksaan fakta-fakta, barang bukti, dan saksi.
Sebelumnya, jaksa mendakwa AG dengan tiga dakwaan. Dakwaan primer pertama Pasal 353 Ayat 2 KUHP mengenai penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka berat serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP mengenai mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan kekerasan. Dakwaan primer kedua adalah Pasal 355 Ayat 1 mengenai penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dulu serta Pasal 56 Ayat 2 KUHP mengenai mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Kemudian dalam dakwaan ketiga dengan Pasal 76 C juncto Pasal 80 Ayat 2 Undang-Undang (UU) RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2022 tentang Perlindungan Anak.
Terkait hal yang memberatkan tuntutan, Syarief belum bisa membukanya secara detail ke publik. Hal itu akan disampaikan dalam sidang putusan yang dijadwalkan pada Senin (10/4/2023).
"Lebih banyak alasan yang memberatkan sehingga kami menuntut dengan pidana penempatan LPKA 4 tahun. Itu sudah mempertimbangkan rekomendasi Bapas (Balai Pemasyarakatan). Ancaman maksimal untuk dewasa adalah 12 tahun sehingga untuk anak maksimalnya dipotong setengah sesuai undang-undang,” katanya.
Ditemui terpisah, kuasa hukum AG, Mangatta Toding Allo, mengatakan, pihaknya akan menyampaikan nota pembelaan pada Kamis (6/3/2023). Pembelaan yang disampaikan, antara lain, tentang jalan cerita menurut klien mereka dan bukti rekaman kamera pemantau (CCTV) di lokasi kejadian, yang dinilai tidak sesuai tuntutan.
”Pasti banyak fakta-fakta yang akan kami luruskan. Jaksa kurang perhatikan saksi dan ahli komprehensif, khususnya ahli pidana anak yang kami ajukan, psikolog forensik, dan catatan lain yang belum bisa kami share di sini,” katanya.
Pembelaan yang mereka berikan di hadapan majelis hakim tunggal diharapkan memberi keadilan, baik untuk AG maupun korban anak.
Sementara itu, kuasa hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum Ansor, Mellisa Anggraini, mengapresiasi tuntutan pidana 4 tahun yang diberikan jaksa. Tuntutan itu menurut dia mewakili fakta persidangan yang membuktikan keterlibatan AG tanpa ada unsur pemaaf dan pembenar.
”Kami melihat ini optimal dan sesuai yang diharapkan keluarga, yaitu pidana 4 tahun seperti yang dituntut jaksa. Terkait berkas tersangka lain juga diharapkan memberikan tuntutan dan vonis hukum maksimal,” ujarnya.
Perkara ini berawal dari kasus penganiayaan terhadap David di perumahan di Jakarta Selatan pada Senin (20/2/2023) dengan tersangka Mario Dandy Satrio (20). Penganiayaan itu juga melibatkan tersangka Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan (19) dan AG. Akibatnya, korban kritis dan menjalani pengobatan panjang hingga hari ini. Korban kini dalam lindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Sementara itu, Mario dan Shane masih ditahan di Polda Metro Jaya dan berkas perkaranya tengah diproses untuk dikirim ke kejaksaan.